Lihat ke Halaman Asli

Luber

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image

Menyambut datangnya Pemilu Presiden, draft-draft tulisan yang menunggu diselesaikan (kalau ada mood nulis) dikesampingkan dulu. Neng mumun juga akan ikut meramaikan bahasan mengenai pilpres tahun ini, yeaaayy! *pasang tampang serius* *copot lagi karena gak cocok*. Luber itu kalau arti harfiahnya sih beleweran kali yaaak.. semacam tumpah ruah dan membanjiri sekitar *halah. Tapi LUBER juga kependekan dari azas pemilu Indonesia yaitu Langsung Umum Bebas daaaaaan lahaciaaaaaa! *chibi chibi style*, oke... Rahasia. Seingat saya, LUBER ini saya pelajari ketika masih sekolah berseragam putih-merah. Yang mana dulu saya ingat juga kalau kedua orang tua saya nyoblosnya gambar Pohon Beringin yang diapit Ka'bah dan Banteng Merah. Karena kala itu, status ortu saya yang Pegawai Negeri Sexy Sipil diwajibkan dianjurkan untuk melakukannya. Saya pernah bertanya ke Bapak saya: "Pak, katanya pemilu itu kan LUBER, berarti harusnya Bapak sama Ibu nggak harus nyoblos yang itu dong? Berarti nggak BEBAS dong?". Pertanyaan itu dijawab Bapak saya dengan: "Iyaaa, kalau pegawai negeri memang dianjurkan untuk nyoblos partai nomer dua, mbak". Terus saya lanjut nanya: "Lah, Bapak-Ibu itu dosen apa pegawe negri sih??". Saat itu saya masih kecil --atau telat ngerti hihihi, jadi nggak tau deh status pekerjaan orang tua saya, taunya yaudah dosen, ngajar mahasiswa di kampus. Saya pun tau orang tua saya Golkar karena liat kaos kuning banyak bangeeett dirumah, dikasih dari kantor kalo mau pemilu dan harus dipake karena ada acara yang mewajibkan mereka hadir menggunakannya. Lalu mulut kecil saya masih berisik nanya-nanya lagi: "kalo ntar misalkan Bapak sama Ibu udah gak dianjurin milih yang itu, Bapak Ibu mau ganti gak milih yang lain? Apa mau milih yang lama aja? Jadi nanti Presidennya Soeharto lagi gitu ya, Pak? Kok aneh sih katanya LUBER tapi milihnya ditentuin?". Saya lupa Bapak saya jawab apa, yang jelas Bapak saya pasti pusiiiinggg... Selesai flashbacknya, kembali ke bulan Juni 2014. Tentunya keadaan politik udah jauuuh beda sama jaman orde baru dimana partai cuma tiga. Udah banyak banget juga peristiwa yang terjadi di ranah politik di bumi Indonesia ini, tapi saya nggak akan bahas.. karena memang bukan pakarnya atau ahli sejarah. Bulan depan tanggal 9, pemilu presiden akan dilaksanakan. Kali ini calon presiden dan wapres ada dari dua kubu. Nomor SATU dan nomor DUA.

Sumber: Kata Oom DARTH VADER

Entah karena masa SD udah dilewati begitu lama atau gimana ya..jadi orang banyak yang lupa akan LUBER. Saya melihat di sosial media BUANYAK sekali bertebaran status, share link dan sebagainya dari yang isinya santun sampai provokatif, yang isinya memberi tahu pilihan atau dukungan suara mereka ke salah satu Capres. Apa memang ini bentuk kampanye kali ya? Tapi saya kok risih liat orang-orang berlomba-lomba menyanjung pilihannya dan menyerang pilihan lain yang berseberangan dengan pendapatnya. Itu terjadi setiap hari loh! Apalagi ada media yang jelas-jelas menunjukkan secara gamblang keberpihakannya kepada salah satu calon. Jadi gimanaaaa gitu deh, ini kan Presiden nanti cuma ada satu ya, wakil juga satu. Tapi pendukung masing-masing calon pada fanatik beneeeer membabi buta, yang gak suka sama calon yang lain bencinya ampun-ampunan, bahasa kerennya haters. Hati-hati lohh.. nanti bisa kaya gini kalau terlalu berlebihan. Wondering, nanti kalau pilpres udah selesai, udah ada pemenangnya.. masa iyaaaa terus para haters itu gak mau dipimpin Presiden baru yang bukan pilihannya? Terus move on nya kapan? :p Mendukung sih boleh aja yah, punya pilihan itu keren.. daripada punya hak tapi nggak dipergunakan. Ya memang sebagian orang bilang bahwa nggak memilih juga merupakan pilihan. Tapi, imbas dari tidak memilih itu bisa menentukan nasib seseorang lho. Kok bisa? Yaaa kertas suaranya bisa-dapat-ada kemungkinan disalahgunakan. Apa sih yang nggak mungkin terjadi di indonesia. Jadi misal ada orang, sebut aja Mas Hartono yang mau abstain karena gak sreg sama kedua calon Presiden, Pak Paino dan Pak Jalimin. Tapi kalo ditimbang2 sebenernya dia lebih condong ke Pak Paino buat jadi Presidennya lima tahun mendatang. Di hari pemilihan, dia memutuskan untuk abstain.. pada masa penghitungan suara, Pak Paino dan Jalimin mendapatkan skor yang seimbang.. tapi ternyata kertas suara kosong Mas Hartono tiba-tiba disalahgunakan oleh pihak Pak Jalimin... jlessss... dicobloslah kertas itu dimuka Pak Jalimin dan temannya, ternyata kertas Mas Hartono menjadi penentu nasib orang untuk menjadi pimpinan di negara ini. Mas Hartono pun akhirnya punya Presiden yang bahkan tidak mendekati rasa sreg dihatinya. Hihihi... hanya ilustrasi yahhh... nggak usah serius-serius amat. Ada yang tau mungkin rumah Mas Hartono dimana? Hahahahha... Pada akhirnya, siapapun yang akan jadi Presiden nanti... yang membuat bangsa ini maju adalah kita sendiri. Kita sebagai manusia dan warga negara yang membenahi diri, sikap dan tujuan hidup untuk menjadi bangsa yang lebih baik kan? Tak ada salahnya memang memilih yang terbaik versi kita, tapi jangan lupakan bahwa kita ini satu bangsa, satu bahasa. Mari tetap menjaga etika serta itu tadi.... LUBER :). Hidup Pilpres! Peace, love and coblosss... *kalo dipanggil hihihii* Jakarta, 13 Juni 2014 Neng Mumun, ...seorang wanita, Ibu, dan tukang bukain socmed dan portal berita sekilas pandang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline