Lihat ke Halaman Asli

Jakarta Butuh Joker?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah keputusasaan warga Jakarta akan berbagai persoalan kota yang dihadapi selama ini, pencitraan Jokowi sebagai sosok yang jujur, merakyat, dan bersih, membius bak cendawan beracun. Banyak warga yang tak merasa perlu untuk mencari bukti kebenaran pencitraan itu. Dukungan mengalir karena adanya rasa keterwakilan mereka di sosok ceking Jokowi.

Penyebab keputusasaan warga Jakarta adalah kondisi kota dengan setumpuk persoalan. Sebutlah yang kerap menjadi bahan diskusi, seperti kemiskinan, pendidikan, atau kesehatan. Tampilnya sosok yang jujur, merakyat, dan bersih lantas dibayangkan mampu mengatasi persoalan. Kebanyakanwarga terlena dan hilang kesadaran bahwa yang sebenarnya dibutuhkannya adalah pemimpin yang memiliki kompetensi dan ketegasan dalam menjalankan kebijakan, bukan sekadar yang terkesan merakyat.

Bicara kompetensi, dalam guyonan awam,Jakarta saat ini butuh seorang gubernur, bukan walikota. Daripada berdebat kusir tentang guyonan ini, lebih fair bila melihat sejauh apa keberhasilan seorang Jokowi dalam memimpin Solo dengan menggunakan indikator standar,seperti mencermati angka kemiskinan atau pengangguran di Kota Solo.

Dari sumber Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah, dari tahun ke tahun selama kepemimpinan Jokowi , angka kemiskinan terus meningkat. Pada tahun 2009, angka kemiskinan hanya 107.000 jiwa, tapi pada 2010 meningkat jadi 125.000 jiwa. Sayangnya, pada 2011, warga Solo yang berada di garis kemiskinan malah semakin bertambah menjadi 133.000 jiwa. Angka ini bergerak linier dengan meningkatnya angka pengangguran di Solo pada 2009 yang tercatat 37.000 orang, pada 2011 melambung menjadi 54.000 orang.

Dari sekelumit data ini, apakah masih relevan alasan sosok yang katanya jujur, merakyat, dan bersih dapat memberikan andil signifikan terhadap pembangunan kota?

Sebenarnya, selain kemiskinan atau pengangguran, masih ada beberapa ukuran lain yang bisa menjadi variabel penguji. Pendidikan dan kesehatan misalnya. Sayang, dalam kampanyenya, seorang Jokowi terlanjur menyebar omong kosong tentang dua persoalan ini. Ia sering berkoar akan menjalankan program pendidikan gratis bila terpilih menjadi Gubernur Jakarta. Padahal, di Jakarta sendiri, program pendidikan gratis 9 tahun sudah dirintis sejak 2007 yang ditandai dengan diberikannya Bantuan Operasional (BOP) ke sekolah-sekolah negeri. Bahkan, baru-baru ini melalui momentum Hari Pendidikan Nasional bulan Mei 2012, Gubernur Provinsi DKI Jakarta telah mencanangkan Program Gratis Wajib Belajar 12 Tahun.

Lalu soal kesehatan. Pada kampanye Pilkada DKI Putaran Pertama beberapa waktu silam, Jokowi berkoar akan menerbitkan Kartu Jakarta Sehat. Ini jelas semacam pepesan kosong janji politik. Masalah kesehatan adalah program nasional yang menjadi bagian dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Sektor Kesehatan, yang akan mulai efektif pada 1 Januari 2014. "Ini harus kita siapkan dengan sungguh-sungguh," kata Presiden SBY, Rabu, 1 Agustus 2012. Pembaca bisa simpulkan sendiri, masih jujurkah seorang Jokowi jika faktanya apa yang pernah ia janjikan dalam kampanye itu mengangkangi program nasional.

Tapi, bagi warga Jakarta sendiri tidak perlu lantas berkecil hati. Sebab, kelompok masyarakat miskin di Jakarta sebenarnya sudah bisa berobat gratis di puskesmas-puskesmas, sembari menunggu transisi pengelolaan Kartu Keluarga Miskin (Gakin) dari PT Askes kepada BPJS Kesehatan. Catatan tambahan, 144 puskesmas yang tersebar di sejumlah kelurahan di Jakarta sudahmemiliki sertifikat ISO Manajemen Pelayanan.

Terlepas dari kanyataan di atas, hadirnya sosok Jokowi layaknya kecemerlangan akting Heath Ledger memerankan sosok Joker dalam film Batman. Joker telah membius sisi gelap tentang penjahat yang sadis dan anti kompromi, namun tetap tampil cool. Akting Heath Ledger sebagai Joker perlu penjiwaan mendalam. Ia berhasil membius penikmat layar lebar yang kemudian memuja sosok antagonis itu, melebihi karakter Batman sendiri yang diperankan Christian Bale. Joker adalah Jokowi dalam drama politik Jakarta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline