Lihat ke Halaman Asli

Sengketa Yayasan Trisakti dengan Thoby Mutis

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mendapat kiriman tulisan dari Dr. Chairuman Armia, M.A.

Menurut keterangannya, tulisan ini seharusnya tayang di sebuah media cetak, namun disabotase oleh pihak tertentu.

Kepada Kompasianer, selamat membaca!

SENGKETA YAYASAN TRISAKTI DENGAN THOBY MUTIS: Tafsir Sejarah, Hukum, dan Penegakan Keadilan

Oleh: Dr. Chairuman Armia, M.A.

Seperti setiap kejadian pada masa lalu, proses kelahiran Universitas Trisakti pada kisaran 1965 terbuka bagi setiap tafsir dan perdebatan. Sejauh perdebatan itu demi mendapatkan pemahaman yang utuh akan hubungan sebab akibat yang mengitari sebuah peristiwa masa lalu, tentu sah adanya, bahkan bermanfaat untuk memerkaya pengetahuan sejarah kita. Persoalan akan menjadi lain jika tafsir dan perdebatan sejarah ditujukan semata-mata untuk suatu kepentingan pada masa kini. Adalah ambisi dan kekuasaan yang biasanya cenderung menafsirkan sejarah secara paksa menurut kehendaknya sendiri. Dari sini, tafsir dan perdebatan sejarah kemudian menjadi tidak bebas kepentingan. Seperti masa lalu Universitas Trisakti (Usakti) yang kini menjadi salah satu sumber sengketa antara Thoby Mutis plus delapan orang rekannya dengan Yayasan Trisakti. Thoby Cs. mengumpulkan fakta dan merekonstruksi masa lalu Usakti untuk membenarkan tindakannya melawan hukum.

Dalam publikasinya kepada publik (Gatra/Info Universitas Trisakti: 12 – 18/Mei) pihak Thoby Cs. hanya membuka sejarah Usakti mulai 29 November 1965. Disebutkan bahwa Perguruan Tinggi berlambang trisula ini dibuka oleh pemerintah mulai 29 November 1965, namun bukan sebagai universitas negeri. Kedudukan pemerintah sebagai pembuka, bukan sebagai pendiri. Ini benar, dan memang seharusnya begitu. Pemerintah tidak mendirikan Usakti, karena Usakti merupakan kelanjutan dari Universitas Baperki dan Universitas Res Publika, yang sudah berdiri sebelumnya. Maka status Usakti pastilah bukan universitas negeri. Yayasan Trisakti yang didirikan dua bulan kemudian (bukan satu tahun seperti yang dikatakan pengacara Thoby Cs) adalah langkah konstitusional yang ditempuh untuk memenuhi syarat sebagai perguruan tinggi swasta di Indonesia oleh pihak Yayasan yang ditugaskan oleh Bung Karno untuk menyelamatkan mahasiswa, anak bangsa, yang terlantar akibat dibubarkannya Universitas Res Publika. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentangYayasan jo UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU NO 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Pasal 68 ayat (1): Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar. Bayangkan mereka melakukannya 45 tahun sebelum UU ini berlaku. Suatu langkah visioner yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa mulia.

Menyoal pendapat pengacara pihak Thoby Cs. bahwa seorang menteri menyerahkan aset negara kepada pihak swasta yang tidak ada hubungannya dengan negara, dan menyebutnya sebagai kejahatan luar biasa (Bambang Widjojanto/RM: 14/Mei), tampaknya salah kaprah. Pasalnya pemerintah Orde Baru-lah yang sebelumnya menutup dan mengambil alih aset Universitas Res Publika. Kalau saja pihak pengacara Thoby Cs. membuka halaman sejarah Usakti lebih jauh sedikit, akan ditemukan bahwa Universitas ini awalnya dibangun untuk menjawab tantangan keterbatasan kesempatan jenjang pendidikan tinggi ditanah air bagi masyarakat luas. Ketua Yayasan yang menaungi Universitas Respublica (Ureca) memprakarsai pengumpulan dana yang digalang dari masyarakat untuk membangun suatu wadah dan media pembelajaran akademis bagi masyarakat sendiri. Pertanyaannya, adakah aset Negara yang dikumpulkan yayasan tersebut saat itu? Sejauh ini tidak ditemukan data adanya aset Negara yang dikumpulkan oleh yayasan yang menaungi Ureca.

Lebih aneh lagi adalah pendapat Endar Pulungan, yang menyebutkan soal mengembalikan Usakti kepada negara. Usakti mampu berkembang dengan baik, apalagi kalau menjadi negeri, katanya (RM: 14/Mei). Coba buka lagi peristiwa tahun 1967, ketika kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, SH ditawarkan agar Universitas Trisakti menjadi Perguruan Tinggi Negeri, pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk Universitas Trisakti tetap sebagai Perguruan Tinggi Swasta, karena negara tidak sanggup membiayai. Nah, kenapa sekarang pihak Thoby Cs. bersikukuh soal aset negara di Usakti? Dan kenapa pula pengacaranya berteriak-teriak soal kapitalisasi pendidikan?

Situasi politik Indonesia yang luar biasa pada kurun 1965 tampaknya tidak menjadi perhatian Thoby Cs. Kurun itu adalah babakan yang sangat kritis dalam sejarah Indonesia. Sejarah politik Indonesia berada dalam situasi serba transisional dari Orde Lama ke Orde Baru. Hampir seluruh kelembagaan di masyarakat, tak terkecuali institusi pendidikan, dikait-kaitkan dengan kekuatan ideologi yang sedang berebut pengaruh. Pasca gonjang-ganjing peristiwa di seputar tahun 1965-an, penataan berbagai kelembagaan perlu dilakukan, termasuk penataan kelembagaan Universitas Trisakti. Maka kedudukan Yayasan Trisakti mendapatkan penguatan dengan keluarnya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 28/U/1979, tanggal 31 Desember 1979.

Sejak saat itu, bahkan sebenarnya sejak dibuka pada 29 November 1965, seluruh proses pendidikan di Usakti berjalan normal dan menunjukkan kemajuan pesat. Masalah baru kemudian muncul, ketika Thoby Mutis, di penghujung akhir periode pertama jabatannya sebagai rektor (2002), mengeluarkan Statuta 2001R, yang menghapus keberadaan Yayasan Trisakti dan menggantinya dengan Badan Hukum Pendidikan. Cukup beralasan jika kemudian Yayasan Trisakti memecat Thoby, karena membubarkan Yayasan Trisakti yang sah secara hukum adalah pelanggaran serius. Langkah itu sama artinya dengan menentang PP No. 60 tahun 1999, yang berisi: ...perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat selain memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini harus pula memenuhi persyaratan bahwa penyelenggaranya berbentuk yayasan atau badan yang bersifat sosial. Ketentuan yang sama termaktub dalam PP No. 17 tahun 2010 jo PP 66 tahun 2010, sebagai pengganti PP No. 60 tahun 1999 dalam pasal 58 G PP. No. 66 tahun 2010:

(1) Organ dan pengelolaan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan tata kelola yang ditetapkan oleh badan hukum nir laba yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) Pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam pasal 49 ayat (2): Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, evaluasi yang transparan, akses berkeadilan.

Sengketa dan Hukum

Sengketa semakin meruncing. Ketiadaan kata sepakat antara pihak Thoby Cs. dengan pihak Yayasan Trisakti memaksa kedua pihak untuk berhadapan di meja pengadilan. Yayasan Trisakti sebagai penggugat, sementara Thoby Mutis dan delapan rekannya sebagai tergugat. Setelah tergugat sempat dimenangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, hakim mengabulkan gugatan dan memenangkan Yayasan Trisakti di tingkat selanjutnya. Pengadilan Tinggi DKI dan Mahkamah Agung (kasasi dan PK). Namun putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap tersebut tidak dapat dieksekusi karena dikatakan hanya bersifat deklaratoir yang menyatakan Thoby Mutis tidak sah sebagai Rektor.Yayasan kemudian menggugat ulang Thoby Mutis cs pada tahun 2007, yang dimenangkan oleh Yayasan Trisakti sejak di tingkat PN Jakarta Barat hingga Mahkamah Agung. Termaktub dalam Amar Putusan PT DKI No: 248/PDT/2009--Atas pengeluaranThoby Mutis dari Kampus dan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana dalam poin 4 disebutkan: menghukum para tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapatkan hak dan kewenangan dengan cara apapun juga dari para tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara (Kepolisian)--Putusan ini kemudian dibelokan oleh para tergugat dengan mengatakan bahwa implikasi hukumnya seluruh dosen dan karyawan akan terkena PHK kalau putusan ini dijalankan. Padahal maksud amar putusan ini adalah untuk mencegah Thoby Mutis cs menunjuk orang lain untuk menggantikan mereka secara sepihak, tanpa keterlibatan Yayasan Trisakti.

Kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung oleh Thoby Mutis Cs. ditolak oleh Majelis Hakim Agung dengan putusan nomor 821 K/PDT/2010, inkracht tanggal 4 Januari 2011. Majelis Hakim Agung menyatakan Yayasan Trisakti adalah pemilik, pengelola, pembina, serta penanggung jawab yang sah secara hukum.

Menyangkut diri Thoby Mutis sendiri, jabatan Rektor Usakti yang masihdipertahankannya sebenarnya sudah tidak memiliki kekuatan legal. Yayasansudah memberhentikan Thoby Mutis melalui Surat Keputusan Yayasan No.310K/YT/SK/IX/2002 pada tanggal 4 September 2002. Kalau dihitung sampaisekarang (2011), Thoby Mutis sudah memegang jabatan rektor lebih dari duaperiode. Ini saja sudah menyalahi ketentuan undang-undang: PP. No. 60 tahun1999, pasal 40 ayat 2, yang berisi: Rektor dan Pembantu Rektor dapatdiangkat kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari dua kali masajabatan berturut-turut. Apalagi kalau diingat bahwa pemerintah sendiri,lewat Surat Dirjen No. 3262/D/T/2003; No. 3754/D/T/2005; No. 4274/D/T/2005,sudah tidak mengakui lagi Thoby Mutis sebagai rektor.

Tegakkan Keadilan

Setelah semua proses hukum ditempuh oleh para pihak dalam sengketa Yayasan Trisakti dengan Thoby Mutis Cs., maka tahap selanjutnya adalah upaya penegakkannya. Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia menegaskan bahwa putusan tingkat kasasi berkekuatan hukum tetap (inkract van gewijsde). Artinya putusan ini bisa langsung dieksekusi. Dan permohonan peninjauan kembali oleh salah satu pihak yang berperkara tidak dapat menghalangi pelaksanaan eksekusi tersebut.

Eksekusi pada 19 Mei 2011 bakal menjadi momentum yang sangat penting. Bukan hanya bagi Usakti dan seluruh civitas akademika-nya, melainkan juga bagi sejarah hukum Indonesia di era reformasi ini. Jika Usakti dan civitas akademikanya sudah membuktikan kesanggupannya memerjuangkan kebenaran cita-cita yang lebih besar di luar kampusnya, maka tidak ada alasan keadilan hukum tidak bisa ditegakkan di kampus reformasi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline