Lihat ke Halaman Asli

Menjadi "Matahari"

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14278424701083571718

Menjadi Matahari

Energi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan, tetapi energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. – Hukum kekekalan energi, pelajaran IPA di bangku SD –

***

Rumahku di Desa Laju, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima tepat menghadap ke arah barat. Jadi, halaman belakang rumah menghadap timur. Di belakang rumah itu terhampar sisa tambak udang yang harusnya diisi air laut. Sekarang hanya berbentuk hamparan luas tanah kosong karena tambak itu sudah lama tidak beroperasi. Ujung dari tambak itu langsung bertemu dengan laut yang masuk dalam gugus Teluk Waworada.

Setiap pagi setelah bangun tidur aku menghabiskan waktu sekitar beberapa menit di belakang rumah untuk melihat matahari terbit dari arah timur. Indah, karena di sebelah utara menuju timur laut terdapat gunung-gunung yang bersusun. Ketika matahari terbit, bentuknya menyerupai gambar pemandangan yang sering digambar saat kecil dulu. Gunung, matahari, dan anggaplah hamparan sisa tambak itu seperti sawah.

Di antara belakang rumah dan bekas tambak udang itu ada aliran seperti sungai kecil, sekitar 10 meter lebarnya. Aliran itu itu cukup untuk dilewati kapal-kapal kecil yang digunakan melaut untuk menanam dan memanen rumput laut, sumber penghasilan utama masyarakat di dusunku.

Di desa ini ukuran dimulainya kegiatan adalah ketika matahari terbit. Siswa akan merasa terlambat ke sekolah jika matahari sudah terik. Padahal jam masih menunjukkan pukul setengah 7 dan sekolah dimulai pukul 7.30. Bagus memang, karena anak-anak tiba di sekolah lebih awal dan terhindar dari terlambat. Tapi kadang si matahari tertutup oleh mendung, sehingga tak ada sinarnya di pagi hari. Dampaknya, banyak yang tidak ke sekolah. Tapi tidak semuanya, ada sebagian yang masih tetap datang ke sekolah. Keinginan untuk menuntut ilmu adalah “matahari” mereka walaupun si matahari yang sebenarnya tidak muncul karena tertutup awan.

Menjadi Bintang

Benda langit yang dapat menghasilkan dan memancarkan cahayanya sendiri disebut bintang. Matahari menghasilkan dan memancarkan cahayanya sendiri. Matahari termasuk salah satu bintang. – Masih, pelajaran IPA di bangkus SD –

***

Tanggal 31 Maret 2015 harusnya ulang tahun beliau yang ke 53, tapi sekarang tidak ada lagi tahun yang dapat diulang. Beliau tidak akan hadir di wisuda S1 anak perempuannya yang kedua, tidak mungkin hadir di wisuda S2 anak perempuannya yang pertama. Beliau juga tidak akan menjadi wali nikah dari kedua anak perempuannya. Beliau tidak akan menemani anak-anaknya mencapai cita-cita yang dulu pernah diceritakan oleh anak-anaknya. Tidak bisa lagi menjadi tempat anak-anaknya bercerita tentang rencana-rencana masa depan mereka.

Setahun sebelumnya pada tanggal 31 Maret 2014, usia emas itu sudah lewat 2 tahun. Usia di mana karir dan pekerjaan semakin baik. Kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) sudah jauh dari sekedar “terpenuhi”. Kebutuhan tersier yang terpenuhi semakin beragam seiring semakin meningkatnya daya beli. Kebutuhan yang juga bisa dinikmati oleh orang-orang di luar keluarga inti (anak dan keluarga inti).

Jadi saat ini si “matahari” sudah dipadamkan oleh pemiliknya. Padam di saat sinarnya masih terang, saat masih mampu mengalirkan “panas” dan “energi”. Saat dimana beberapa orang masih membutuhkan “panas” dan “energinya”. Tapi seperti hukum kekekalan enegeri, “matahari” sudah padam tapi bukan berarti musnah. Semoga 52 tahun sinarnya telah menghasilkan “matahari-matahari” baru. Kalaupun tidak sebesar sinar “mataharinya”, minimal menjadi bintang. Menghasilkan dan memancarkan sendiri sinarnya.

Selamat ulang tahun “matahari”, “bintang-bintang” yang sudah engkau siapkan perlahan sedang bersiap menjadi “matahari” baru seperti yang engkau harapkan.

(Seharusnya) Selamat ulang tahun Papa. Kue setahun yang lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline