Lihat ke Halaman Asli

Bulan Puasa, Jual Makanan Dibatasi, Bagaimana dengan Kinerja?

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BULAN PUASA, JUAL MAKANAN DIBATASI. BAGAIMANA DENGAN KINERJA?

 

Bagi sebagian orang, bulan puasa mendatangkan banyak rejeki. Hampir disetiap ruas jalan seketika tersebar pedagang “kagetan”. Ada yang kagetan jualan es kelapa hingga menu buka puasa lainnya, ada yang kagetan jual kopiah dan mukena untuk ibadah tarawih. Bahkan acara kagetan ini tidak semerta-merta terjadi di masyarakat umum. Sebagian karyawan bahkan ada yang kagetan tiba-tiba menjadi pebisnis selama bulan ramadhan. Lalu…., bagaimana dengan kegiatan dan kewajiban sebagai karyawan jika kerja sambil berdagang? Jawaban dari pertanyaan tersebut, “Ya gitu deh, pokoknya bisa aja”.

Menurut sebagian peraturan yang diterapkan dibeberapa instansi, jam kehadiran merupakan tolak ukur mutlak dalam mengukur kinerja sesorang. Ada sebagian karyawan yang selalu datang on time dan pulang tenggo, mendapat evaluasi baik dan remunerasi yang baik. Sedangkan sebagian lagi, dengan kinerja yang sungguh-sungguh namun bermasalah dengan jam kehadiran, pasti mendapat sangsi pemotongan remunerasi dan terlebih sangsi sosial karena terlambat. Bisa dibayangkan kekesalan yang terjadi, melihat “tenggo-tenggo” jam kerja tapi isinya “sarapan pagi, kerja sedikit sambil ngerumpi, makan siang, browsing internet, istirahat sebentar lalu siap-siap pulang”. (Hallo… hallo… kegiatan ini tapi sebelum bulan puasa ya). Bagaimana dengan kinerja di bulan puasa?

Menurut Ilyas (2012), Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Deskripsi kinerja menyangkup 3 komponen penting yaitu; tujuan, ukuran dan penilaian. Penilaian kinerja secara regular dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Sehingga hal tersebut membuat setiap orang senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan perilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai.

Bagi pihak swasta, jam kerja tidak banyak mengalami perubahan. Namun bagi pegawai negeri sipil alias PNS, jam kerja dibulan ramadhan menjadi bermakna “berkurang”. Jam kerja yang semula 8,5 jam (Senin-Jum’at) dikurangi 1 jam istirahat, menjadi 7 jam dikurangi istirahat selama 30 menit. Jika optimalisasi waktu yang tersedia seyogyanya kurang untuk pencapaian kinerja, bagaimana dengan karyawan yang menyambi sebagai pebisnis dikala jam kerjanya tadi? Apakah ini termasuk bonus yang dibenarkan dalam rangka menyambut hari kemenangan? Bahwa setiap orang berlomba-lomba mendapatkan THR dengan usaha mandiri dengan mengorbankan waktu kerja. Sekali lagi…., jangan lengah dalam menilai kinerja karyawan. Puasa atau tidak puasa, supervisilah yang terpenting untuk dilakukan. Sebab dalam kontrol atau supervisi yang dilakukan atasan akan mempengaruhi kinerja yang dihasilkan oleh karyawannya. (RDI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline