Lihat ke Halaman Asli

Raden Zulfikar

Pekerja Teks Komersial

Amandemen Kedua UU ITE: Memangnya Kebebasan Mana yang Dikekang?

Diperbarui: 26 Januari 2024   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pencemaran nama baik (iStockphoto/asiandelight)

Kekhawatiran masyarakat dan pers terhadap pengekangan berpendapat masih terus digaungkan. Terlebih pada amandemen kedua UU ITE yang disahkan 2 Januari 2024 lalu, telah disisipkan beberapa pasal lama dengan unsur baru yang dianggap menjadi momok: Pasal pencemaran nama baik dan pasal pemutusan akses. Pasal yang dalam penerapannya dianggap 'karet' dan kontroversial tersebut dinilai dapat memberangus kebebasan berekspresi. Memangnya seberapa bermasalahnya pasal tersebut jika ditelaah secara substansi serta implementasi?

Penerapan Unsur Pasal 27A UU ITE 2024: Pencemaran Nama Baik

Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 di tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE 2024") berbunyi: 

"Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik."

Embrio dari pasal ini telah termaktub pada Pasal 310 KUHP yang merupakan delik "menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum dan Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.

Namun dalam penerapannya, ada banyak unsur yang harus terpenuhi terlebih dahulu jika ingin menggunakan pasal ini, antara lain:

  1. Korban Harus Spesifik

Hanya manusia yang dapat merasa dihina atau nama baiknya dicemarkan, maka korban harus pribadi kodrati (naturlijkpersoon), dan bukan ditujukan kepada instansi atau lembaga. (Contoh: "Polda isinya koruptor semua!" Unsur pencemaran tidak terpenuhi karena menunjuk kepada institusi.)

Dengan demikian, korban harus spesifik dan bukan umum. Sehingga perlu ada kejelasan identitas siapa orang yang dihina atau dicemarkan nama baiknya. Identitas dapat diperoleh dari berbagai atau rangkaian informasi (misalkan foto korban) yang disampaikan sehingga membentuk profil yang jelas tentang seseorang. Inisial maupun jabatan tidak dapat memenuhi unsur pasal ini. (Contoh: "Menteri BUMN pasti korup!" Unsur pencemaran tidak terpenuhi karena tidak spesifik menyebutkan nama korban).


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline