Lihat ke Halaman Asli

Cinta Monyet

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah mengganggu mereka. Aku tidak pernah sekali pun memiliki pikiran untuk melukai mereka yang seringkali datang ke rumahku. Tetapi sekarang mengapa seluruh keluarga dan rumahku mereka hancurkan ? Bukankah mereka itu mahluk yang memiliki pikiran dan hati nurani ? Bukankah mereka selalu menganggap dirinya merupakan mahluk yang paling berbudi di antara seluruh mahluk ciptaan Tuhan ? Tetapi kali ini mereka sama sekali tidak menunjukkan suatu tindakan yang tak lebih tinggi martabatnya dibandingkan dengan binatang lain. Seperti menyiramkan obat serangga ke  dalam sarang semut, mereka membunuh kami semua, termasuk membunuh cinta.

Di hutan yang sangat luas yang memiliki berbagai banyak jenis tanaman yang tumbuh, mulai dari Dendrobium Lohokii sampai Deptirokarpus. Pohon-pohon itu menciptakan suasana yang sejuk, tentram, dan damai bagi seluruh penghuni hutan. Suara burung di pagi hari yang berkicau dengan merdunya seperti menyuarakan kebahgiaan yang tiada taranya. Sinar matahari yang jatuh ke tanah hanya sedikit karena terhalang oleh kanopi-kanopi yang terbentuk akibat dari dahan-dahan yang tumbuh pada pohon-pohon di hutan. Hutan itu sudah sangat cocok untuk menjadi rumah Iko. Ia tidak akan merasa kelaparan karena di hutan tersebut kaya akan tumbuhan, pohon berbuah, dan berbagai jenis serangga yang tidak akan habis-habisnya walaupun setiap hari dimakan olehnya.

Di hutan tersebut, ia tidak hidup seorang diri. Karena setiap mahluk memiliki hasrat yang sama, yaitu hidup bersama-sama dalam sebuah kelompok, seperti yang pernah diungkapkan oleh salah satu filsuf yunani terkenal, Aristoteles dalam rumusannya, yaitu zoon politicon, maka ia pun juga hidup dalam sebuah kelompok. Kelompok ini dipimpin oleh salah satu dari anggota kelompok tersebut yang dipercaya dan dipilih secara langsung oleh masing-masing anggota kelompok untuk menjadi pemimpin. Pemimpin itu yakni sangat berwibawa, bijaksana, dan paling bermartabat di antara anggota kelompok lainnya. Pemimpin itu mampu memimpin kelompoknya untuk dapat hidup dengan damai dalam hutan, untuk mencari makan  tanpa perlu mengganggu ekosistem mahluk hidup-mahluk hidup lainnya yang juga hidup bersama-sama di dalam hutan tersebut. Namun hal-hal semacam itu tidaklah menjadi sesuatu yang menarik perhatian Iko terhadap pemimpin tersebut. Bukanlah sang pemimpin yang menjadi ketertarikannya itu, melainkan anak dari pemimpin kelompok tersebut yang selama ini terus menarik perhatiaanya. Anak itu merupakan seekor betina bernama Riri. Riri memiliki tinggi badan mencapai 1,2 meter, dengan berat badan seberat 44 kilogram. Kabarnya, Riri itu layaknya seorang putri raja yang dapat membuat semua pangeran terpana melihat dirinya. Tiada satu pun pejantan yang tidak melirik atau pun menyukai Riri, seekor betina yang tersohor itu. Seluruh pejantan di kelompok itu akan selalu mengelu-elukan dia, ketika dia sedang berjalan-jalan di hutan, mungkin untuk mencari makan. Malahan hampir seluruh pejantan di hutan tersebut akan saling berlomba-lomba menunjukkan kebolehannya, entah dalam memanjat, mengumpulkan bahan makanan atau pun berteriak supaya dapat menarik perhatian dari Riri, anak dari pemimpin kelompok tersebut.

Tetapi malangnya di sini, Iko hanyalah seorang pejantan yang tidak pernah dianggap sama sekali oleh para pejantan lainnya. Ia memiliki badan yang kurus. Tinggi badannya saja hanya satu meter, tidak seperti para pejantan lainnya yang memiliki tinggi mencapai 1,8 meter. Rata-rata para pejantan memiliki berat badan mencapai 120 kilogram sehingga menciptakan kesan tubuh yang kuat, sehingga ditakuti oleh pejantan lainnya. Tetapi Iko berat badannya tidaklah mencapai 100 kilogram sehingga terlihat badannya sangat kurus. Pada bagian kepalanya, terdapat bagian kulit yang tidak ditumbuhi bulu, mungkin karena bekas luka sehingga akan terlihat langsung kulitnya yang berwarna merah, seperti sebuah koreng. Tidak satu pun anggota dari kelompok tersebut yang menghormati dirinya. Ia itu layaknya golongan paria dalam strata yang diciptakan agama Hindu yang tidak mendapatkan penghormatan sama sekali dari kelompoknya sendiri dan kelompok lain itu. Hanyalah cercaan, caci maki, dan siksaanlah yang selalu didapatkan olehnya. Terkadang, ketika Iko sedang mencari makan di pepohonan, akan ada saja yang melempari kepalanya entah dengan biji-bijian atau pun ranting-ranting pohon. Atau pun ketika ia sedang mencari makanan dan mendapatkan makanan, akan ada saja yang dengan memaksa mengambil makanan yang telah didapatkan olehnya tadi.

Di dalam hutan itu, ia selalu merenung seorang diri, karena tak satu pun dari kelompoknya yang akan menemaninya. Dalam permenungannya itu, ia selalu memikirkan sebuah cara untuk dapat berbicara dengan Riri, anak dari pemimpin tersebut. Ia sangat tidak percaya diri jika sedang berpapasan dengan Riri. Ia tak berani untuk menyapa Riri. Akhirnya rasa cinta itu hanya disimpan dalam-dalam.

Suatu kali Iko sedang mencari daun-daun dari sebuah pohon yang paling tinggi di hutan itu, yaitu pohon ulin. Pohon ulin ini dikenal dengan nama ilmiah eusideroxylon zwageri dan merupakan pohon tertinggi di nusantara. Di atas pohon ini, Iko sering mencari daun-daun muda. Daun-daun muda tersebut nantinya dikumpulkan untuk dapat mengisi kekosongan perutnya pagi ini. Ketika ia telah mencapai puncak yang  tertinggi dari pohon tersebut, ia melihat ke atas. Ia melihat betapa langit itu sangatlah luas. Berbagai benda yang muncul di langit selalu menampakkan keindahan yang tiada taranya. Ia merasa langit itu sangatlah indah untuk dipandang. Ia tidak akan bosan-bosannya bertengger di atas pohon tersebut untuk terus memandang langit yang indah itu. Dalam permenungannya itu, ia memiliki angan-angan, yaitu untuk dapat membawa Riri untuk ikut bersamanya memandang langit yang indah itu. Namun sudah pasti yang namanya angan-angan sudah pasti hanyalah khayalan dan sulit sekali untuk diwujudkan. Tetapi itu tidak menyurutkan hatinya untuk berhenti mencintai Riri. Iko akan selalu mencintainya dalam siang mau pun malam, terang atau pun gelap, senang atau pun susah. Iko akan mengorbankan dirinya untuk selalu melindungi Riri.

Tatkala terang berganti gelap dan matahari berganti bulan, tiba-tiba saja Iko terbangun dari tidurnya karena merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia mencari ke seluruh hutan dengan bergelayutan pada ranting-ranting pohon untuk mencari kawanannya itu. Tetapi tak satu pun temannya dapat ia temui. Karena tak satu pun ditemuinya, ia memutuskan untuk turun ke bawah dan mencarinya di daratan. Ia berteriak-teriak seperti serigala yang melonglong karena merasa terpisah dari kelompoknya. Ia tidak tahu apa yang terjadi kepada semua teman-temannya. Ia tidak tahu ke mana perginya kawananya itu. Tetapi tiba-tiba saja ia mendengar suara letupan dari senjata api. Ia pun langsung saja berlari dan memanjat ke atas sebuah pohon untuk melindungi diri dan memperhatikan keadaan yang terjadi di bawah.

Ketika ia sedang memperhatikan keadaan di bawah, tiba-tiba saja ia melihat salah satu kawanannya itu sedang berlari ketakutan, seperti dikejar sesuatu. Lalu di belakangnya, Iko juga melihat seorang manusia yang membawa sebuah senapan laras panjang yang diarahkan tepat ke kawannya itu. Manusia itu juga ternyata tidak sendiri, ternyata manusia itu juga datang berkelompok. Ada yang membawa senjata, karung, golok, dan juga tali. Iko merasa sangat ketakutan dan juga sedih semuanya bercampur dalam pikiran. Yang Iko tahu, manusia itu sifatnya baik. Mereka juga ikut melindungi kawanan Iko. Terkadang sekelompok manusia datang ke hutan dengan membawa buah-buahan yang dengan sukarela dibagikan kepada kawanannya itu. Manusia itu tidak pernah sekalipun menyerang atau pun menyiksa kawanannya.

Ia melihat semuanya telah berubah. Ia mendengar suara tembakan di mana-mana. Ternyata kawannya tadi telah ditembak oleh sekelompok manusia. Setelah mati, kawannya itu di masukkan ke dalam karung. Sekarang, Iko tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia merasa tak ada lagi kawanannya yang masih hidup. Sekalipun ada, sudah pasti mereka semua telah pergi dari hutan ini. Ia mendengar suara pohon-pohon yang berjatuhan. Ia juga mendengar seperti suara erangan, sepertinya gergaji mesin yang memotong pohon-pohon. Ia tidak tahu mengapa mereka juga meenghancurkan hutan yang menjadi rumahnya.

Manusia datang untuk berbagi.

Manusia menjalin komunikasi dengan para binatang di hutan.

Manusia juga ikut melindungi hutan

sebagai tempat perlindungan berbagai jenis hewan.

Tetapi sekarang, apa yang mereka lakukan ?

Mereka tak jauh berbeda dengan binatang lain,

karena akal budi dikalahkan oleh nafsu belaka.

Iko berpindah dari pohon tempat ia bertengger menuju ke pohon-pohon lain untuk mencari kawan lainnya. Beberapa pohon telah ditebang. Ia merasa tersesat dalam hutannya sendiri. Ia bertengger di atas sebuah pohon yang berada tepat di sebelah, pohon yang paling tinggi tersebut. Ia memandang ke bawah untuk untuk mencari kawanannya yang masih tersisa. Ketika ia memandang ke bawah, ia melihat salah satu kawanannya yang terkapar di samping pohon. Sepertinya ia terluka oleh akibat dari tembakan dari sekelompok manusia yang tadi dilihatnya itu. Iko pun memutuskan untuk turun dari pohon tersebut untuk menemuinya. Ternyata, yang terkapar itu merupakan Riri, anak dari sang pemimpin kelompok itu. Iko tidak tahu harus berbicara apa, karena ia belum pernah sekali pun berbicara dengan Riri. Karena situasi sudah sangat genting, Iko pun bertanya kepada Riri.

“Apa yang mereka lakukan kepada kamu ?” Kata Iko

“Aku tidak tahu. Tiba-tiba sekelompok manusia datang menembaki seluruh keluargaku. Dan sekarang ayahku pun juga telah mati dibunuh oleh mereka. Sangatlah sedih aku melihat kejadian itu” Kata Riri

“Apakah kamu tahu apa yang sebenarnya hendak dilakukan oleh mereka di hutan ini ?”

“Aku tidak tahu mereka hendak berbuat apa. Tetapi aku mendengar dari salah satu manusia dari kelompok tersebut membicarakan masalah rumah yang kita tempati sekarang ini, hutan ini, akan diubah oleh mereka menjadi sebuah kebun kelapa sawit.”

“Untuk apa kebun kelapa sawit itu ?”

“Aku tidak tahu dan sekarang sepertinya cepat atau lambat mereks akan membunuh kita semua dan hendak menghancurkan hutan ini.”

Tanpa buang waktu sedikit pun, Riri langsung dibawanya pergi ke atas pohon ulin tersebut karena pohon inilah yang paling tinggi dan cocok untuk menjadi tempat berlindung yang paling aman. Seperti yang Iko impikan selama ini, yaitu membawa Riri menuju pohon paling tinggi di hutan itu dan sebentar lagi mimpinya akan menjadi kenyataan. Ia menggendong Riri sambil memanjat pohon. Ia merasa sangat senang karena akhirnya mimpinya dapat terwujud, namun pembunuhan besar-besaran yang terjadi ini menjadi cukup kontras baginya untuk merasakan kebahagiaan membawa Riri menuju puncak pohon tertinggi di hutan itu.

Akhirnya mereka sampai pada puncak pohon itu. Lukanya sudah begitu parah dan sepertinya sudah tak tertolong.

“Lihatlah Riri, bukankah langit begitu indah.”

“Ya, Iko. Langit memang sangat indah. Namun menjadi begitu indahnya karena sekarang aku dapat melihatnya bersama mu.”

“Riri, mengapa selama ini tak ada satu pun jantan yang kamu pilih ?”

“Kamu ingin tahu mengapa itu terjadi ?”

“Iya.”

“Karena aku belum dapat menemukan satu pun jantan sejati yang mampu melindunginya. Mereka hanya mampu memamerkan kelebihan yang mereka miliki. Aku menyukai seluruh kelebihan mereka, tetapi mencintai itu bukanlah dari kelebihan, melainkan dari kekurangan. Aku mencari pejantan yang mampu menggunakan hatinya untuk mampu menolong sesame dan selama ini tak kunjung juga aku dapatkan. Namun sekarang aku telah menemukannya tepat di hadapan ku.”

Iko benar-benar sangat terharu mendengarnya. Belum pernah ada yang pernah berkata seperti ini kepadanya. Ia merasakan kegembiraan sekaligus kesedihan dan semuanya bercampur dalam hati dan pikiran apa yang harus diperbuat, ia tidak tahu lagi. Begitulah percakapan pertama dan terakhir yang Iko lakukan kepada Riri. Sekarang, Riri telah mati, tewas di tangan para manusia pembunuh itu. Ini semua akibat perbuatan sekelompok manusia yang kejam itu. Iko bingung apa yang hendak dilakukannya di hutan itu. Ia merasa kehilangan semua yang pernah dicintainya. Mungkin sekarang ia seorang diri. Lalu hutan menjadi begitu luasnya untuk ditinggalinya sendirian.

Lalu sekelompok manusia datang. Mereka memakai baju bergambar panda mendatangi seekor orangutan yang bernama Iko itu dan hendak menangkap dan membawanya ke pusat rehabilitasi untuk dilindungi. Tetapi orangutan itu memanjat sebuah pohon ulin, lalu memandang ke atas dan tidak menghiraukan sekelompok manusia itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline