Lihat ke Halaman Asli

Eka Yuda Danu Suma

Setiap pemenang pasti penuh dengan luka, karena hidup berarti perjuangan.

Kembali ke Tujuan

Diperbarui: 31 Januari 2022   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Part 1

Sore minggu sudah menjadi kebiasaanku bersama teman-teman satu tongkrongan untuk riding, entah sekedar mencari keramaian atau memang ada tujuan tertentu. Aku tinggal di sebuah desa terpencil di Kecamatan Penajam dengan jarak cukup jauh dari pusat kota dengan  perjalanan sekitar 90 menit dengan kecepatan rata-rata 60-80 km/jam. Sebenarnya waktu tersebut terlalu lama untuk jarak sekitar 60 km, namun akses jalan yang sulit seakan menambah jarak perjalanan yang kutempuh.

Tepatnya pada Ramadhan 21 Mei 2013 silam. Sebangun dari tidur siang aku teringat bahwa ada janji untuk riding bersama Deden dan Risky (kumpek), kami sepakat menuju pantai Sipakario di Nipah-nipah. Selain bisa menikmati pesona pantai, Sipakario menjadi tempat andalan untuk anak motor berpamer ria tunggangan hingga adu cepat. Terdapat jalur aspal lurus rata untuk kami berpesta pora disana dan tentu akan mengasyikkan menghabiskan sore disana, khayalku.

Dengan penuh semangat aku langsung menghampiri Jupiter MX-ku yang kutaruh diteras rumah. Seperti biasa, sebelum riding aku harus memastikan tungganganku dalam kondisi yang prima agar tak ada kendala saat kupacu dalam perjalanan maupun jika ada yang mengajak adu cepat di jalur pantai nanti. Setelah melakukan pemeriksaan pada setiap komponen motor, kusimpulkan keadaannya layak untuk dikendarai dan aku segera bergegas karena Deden sudah menungguku di rumah Risky.

"Mas, aku sekalian ikut ke kost ya, daripada aku minta antar bapak", pinta Dwi.

"Iya", jawabku singkat.

Dwi adalah adikku, saat itu dia masih menduduki bangku disalah satu SMP di Nipah-Nipah, yang memaksa dirinya harus kost.

Blaaarrr...Blaaarrrr.
Ku panaskan mesin sejenak dan ku lepas kopling sebagai tanda awal perjalananku.

Setelah kuantar Dwi ke kost-nya kulanjutkan perjalanan ke Sipakario, aku tak mau Deden dan Kumpek menungguku terlalu lama. Terlebih aku akan kehilangan moment jika aku terlambat sampai disana.

Benar saja, bising corong knalpot menyambut kedatanganku. "Rupanya pesta telah dimulai dari tadi", gumamku.
Aku bersiap memasuki jalur dan memulai start bersama rider lainnya, hingga beberapa sesi aku putuskan berhenti karena merasa bosan motorku selalu finish duluan.

Matahari mulai meredup pertanda waktu berbuka puasa hampir tiba dan sebagai penanda bahwa waktu pesta akan berakhir. Tanpa kesepakatan berarti, para rider membubarkan diri. Aku, Deden dan Kumpek singgah di pasar ramadhan petung membeli beberapa wadai dan es kelapa untuk menggugurkan shaum hari ini.
"Kita pulang sekarang atau nanti agak malam", tanya Deden.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline