Lihat ke Halaman Asli

Streotype dan Antropologi

Diperbarui: 6 Januari 2016   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Antropolgi sebagai ilmu yang mempelajari suatu kebudayaan pada awalnya telah memastikan bahwa tiap-tiap masyrakat memiliki intitusi hukum, politik, ekonomi, dan sebagainya yang menjadi elemen penting pendukung perkembangan kebudayaan di suatu daerah. Dan tentu ada perbedaan dari konsep kebudayaan meskipun masing-masing daerah memiliki komponen yang sama. Dalam buku ”Anthropology: The Basics” Peter Metcalf mengatakan “In Benedict’s argument, every society must have its deviants because the raw material on which different cultures work is everywhere the same ” . kutipan tersebut dinamakan “Psychic Unity of Humankind”. Keberadaan komponen yang membangun sebuah kebudayaan tidak lepas dari peran perasaan, pandangan, dan komponen yang telah dijelaskan di atas.

Setereotip yang diberikan kepada sebuah kebudayaan sangatlah berbahaya karena dapat merusak citra bahkan harga diri dari sebuah kebudayaan. Hal ini terbukti saat para antropolog mengadakan penelitian terhadap kebudayaan dari suku Dobu yang berada di Papua Nugini. Dan hasil penelitian mengatakan bahwa suku dobu adalah suku yang primitif dan sangat fanatik terhadap  sihir. Sifat suku dobu yang dianggap bar-bar menjadikan mereka mendapatkan setereotip yang buruk dari masyrakat pulau disekitarnya menjauhi suku dobu. Stereotip sebagai bagian dari berjalanya kebudayaan dan bagian dari pergesekan antar budaya memang harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak saling menjatuhkan. Dalam psikologi setereotip adalah hasil dari persepsi yang kekuramgan informasi dan cepat dalam memberi penilaian. Dalam kehidupan gesekan antar kebudayaan akan sangat mudah untuk memberi setereotip karena masyarakat dari suatu kebudayaan jarang sekali melakukan usaha untuk mencari informasi tentang kebudayaan lain agar tidak terjadi penilaian yang buruk. Mungkin hanya beberapa orang saja yang mau mencari info lebih tentang kebudayaan lain.

Praktek budaya untuk mempertahankan relativitas budaya dilakukan agar hubungan antar  kebudayaan tetap terjalin. Relativitas budaya yang dicetuskan Margaret Mead dengan obyek peneltian gadis pulau samoa membuktikan bahwa gadis di pulau sering menjadi obyek kekerasan. Hal ini mendapat tentangan dari para antropolog khususnya Derek freeman. 2 pendapat yang berbeda dalam menanggapi sebuah kebudayaan menjadikan perdebatan antar antropolog. Relativitas budaya memang pada akhirnya bertahan tapi tidak karena Mead tapi karena kenyataan yang beredar pada masyarakat khususnya masyarakat samoa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline