Lihat ke Halaman Asli

Raden Agus Suparman

Konsultan Pajak

Komisi Yudisial usulkan Pengadilan Pajak di Bawah Mahkamah Agung

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul diatas sama merupakan copy paste dari judul berita di kontan.co.id kemarin. Bagi saya, ini berita baik. Lembaga yudisial sudah merekomendasikan hal yang benar berdasarkan tata peradilan di republik ini. Bulan Maret 2011 saya telah memposting pendapat tentang reformasi pengadilan pajak. Reformasi dibidang hukum mengamanatkan pemindahan organisasi, administrasi, dan finansial dari badan-badan peradilan yang semula berada di bawah kekuasaan masing-masing departemen (sekarang kementrian) yang bersangkutan menjadi berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Tentu saja karena Pengadilan Pajak merupakan bagian dari sistem peradilan, maka harus dikembalikan kepada "habitat"nya, yaitu Mahkamah Agung.

Sedangkan menurut Komisi Yudisial, kelemahan Pengadilan Pajak sekarang ini:

1. Dualisme kelembagaan

Dualisme kelembagaan pengadilan pajak sangat rentan terjadi abuse of power serta cenderung menganggu independensi dan imparsialitas hakim. Penerapan manajemen dua atap mengacaukan struktur organisasi, independensi, imparsial, dan keberadaan hakim pengadilan pajak. Manajemen organisasi pengadilan pajak mulai dari menerima perkara, memeriksa dan memutuskan sengketa pajak, memperlihatkan mata rantai hubungan tali temali yang sifatnya simbiosis antara hakim, panitera, dan tergugat.


2. Sentralisasi Pengadilan Pajak di Jakarta.

Penyelesaian sengketa pajak tidak sesuai prinsip proses cepat, sederhana dan biaya ringan. Perlu direncanakan, pertama mendirikan kantor pengadilan pajak di daerah secara permanen, kedua membentuk kantor perwakilan pengadilan pajak daerah secara semi permanen, dan ketiga menyelenggarakan sidang di daerah secara reguler.


Walaupun di bawah Mahkamah Agung, Kementrian Keuangan tetap harus dilibatkan dalam proses pemilihan hakim. Karena perpajakan memiliki kekhususan dan diperlukan pemahaman spesifik perpajakan, maka hakim pajak yang akan jadi hakim Pengadilan Pajak harus mendapat sertifikat perpajakan yang dikeluarkan Kementrian Perpajakan. Mungkin nanti akan ada hakim spesialis pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pabean, cukai, pajak daerah, dan retribusi.

Berbeda dengan konsultan pajak yang harus menguasai semua aturan perpajakan, maka hakim Pengadilan Pajak cukup menguasai satu jenis pajak saja. Hal yang penting bagi hakim Pengadilan Pajak adalah penguasaan yang komprehensif dan mendalam. Kenapa harus spesialis? Supaya hakim memutuskan sengketa pajak sesuai dengan maksud aturan yang tertulis. Kalau hanya membaca aturan, siapapun tentu bisa. Tetapi apakah setelah membaca aturan akan tahu maksud dari aturan tersebut?

Mungkin satu orang hakim memiliki atau menguasai beberapa spesialisasi. Tidak masalah, bahkan mungkin dianjurkan tetapi tidak wajib karena akan memberatkan. Keuntungan memiliki beberapa spesiliasasi adalah hakim tersebut dapat menangani satu wajib pajak yang mengajukan banding dengan beberapa surat ketetapan pajak.

Usul Komisi Yudisia ini semoga tidak sekedar usul tetapi disampaikan langsung ke Presiden selaku bos Menteri Keuangan. Tentu saja jika Presiden yang menyampaikan, maka akan menjadi perhatian Menteri Keuangan untuk melakukan reformasi di lingkungan Pengadilan Pajak.

Semoga ada perubahan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline