Lihat ke Halaman Asli

Marjane Satrapi: Berbicara Tanpa Diinterupsi

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mengekspresikan dirinya. Demikian pula Marjane Satrapi yang memilih novel grafis untuk berbicara pada dunia. Marjane Satrapi adalah seorang novelis grafis yang menarik perhatian dunia internasional melalui buku memoarnya: "Persepolis I" dan "Persepolis II". Kedua buku itu sama-sama menceritakan perjalanan sang tokoh utama, Marji – yang merupakan personifikasi Marjane sendiri – dalam dua fase kehidupan yang berbeda: kanak-kanak dan perempuan muda.

Selain kedua buku itu, Marjane juga menulis "Embroideries" (2005), "Chicken with Plum" (2006), "Monster are Afraid to The Moon" (2006) dan sebagainya. Dari sekian banyak buku yang dibuatnya, "Persepolis I" dan "Persepolis II" yang paling banyak menyita perhatian pembaca dan paling banyak dibicarakan. Hal ini terbukti dengan tingginya angka penjualan dan banyaknya ulasan mengenai kedua buku itu. Karena itu, tulisan ini lebih banyak mengidentikkan Marjane Satrapi dengan "Persepolis I" maupun "Persepolis II".

Latar Belakang Hidup

Marjane Satrapi lahir pada tahun 1969 di Rasht, Iran. Ia tumbuh dewasa di Teheran dan mendapatkan pendidikan di Lycee Francais. Saat berusia  14 tahun, Marjane diberangkatkan ke Vienna oleh orang tuanya. Marjane tetap tinggal di Austria selama sekolah menengah atas. Namun, ia kembali ke Iran untuk kuliah. Saat kuliah, ia bertemu dan menikahi seorang pria bernama Reza. Setelah pasangan itu bercerai, Marjane pindah ke Perancis dan menetap di situ sampai sekarang.

Sebagai anak tunggal dari orang tua penganut Marxisme dan cicit perempuan dari salah satu raja Iran terakhir, masa kecil Marjane terjalin bersama dengan sejarah negaranya. Ia mengaku sebagai anak yang cerdas. Kecerdasannya ini juga didukung oleh orang tuanya yang berpikiran terbuka dan memang ingin menjadikannya seorang intelektual di masa depan.

Segala sesuatu di rumah dipersiapkan untuk tujuan itu. Ia dapat memperoleh semua buku yang ia inginkan. Karena itu, Marjane menganggap kedua orang tuanya telah memberikan satu hal yang terpenting, yaitu kebebasan berpikir dan mengambil keputusan bagi diri sendiri.

Latar belakang Persepolis

Marjane tinggal di Iran selama kejatuhan Shah, awal rezim Ayatollah Khomeini dan pada awal Perang Iran-Iraq (1980-1988). Saat itu, rezim Iran banyak menekan para seniman dan intelektual. Pada tahun 1983, orang tua Satrapi mengirimnya ke Vienna untuk mengikuti sekolah tingkat atas.

Saat datang ke Perancis tahun 1994, Marjane selalu menceritakan tentang kehidupan di Iran pada teman-temannya. Namun, ceritanya nampak berbeda dengan apa yang diberitakan  televisi. Ia sering harus berkata, “Tidak, hal itu tidak terjadi (di Iran).” Hal inilah yang membuat teman-temannya mendorong Marjane untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia juga mengaku terinspirasi oleh seorang penulis Italia – yang tidak bisa ia ingat namanya – untuk melakukan sesuatu (bagi Iran).

Proses Pembuatan Karya

Bagi Marjane, seorang penulis harus tahu apa yang ingin disampaikan dan mencari cara terbaik untuk mengatakannya. Ia sendiri memilih bercerita melalui novel grafis daripada prosa. Itulah caranya mengekspresikan diri, karena menurut Marjane gambar bisa lebih banyak “bicara” daripada tulisan. Lagipula, terdapat kesamaan persepsi mengenai ekspresi tertentu dalam berbagai kebudayaan dunia. Misalnya, gambar seorang yang menangis tidak akan dianggap sebagai ekspresi rasa senang oleh suatu kebudayaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline