Lihat ke Halaman Asli

Ade Asep Syarifuddin

Search Excellent of Life

Berani Berkata "Tidak" kalau Memang Tidak Sanggup, Tidak Penting, atau Sudah Ada Janji dengan Orang Lain

Diperbarui: 16 Maret 2020   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berani berkata tidak kalau memang tidak bisa. Foto: slideshare.net/VianLatreia

INI adalah tulisan saya yang pernah ditulis beberapa waktu lalu. Saya tulis ulang dengan beberapa update informasi agar lebih kekinian dan aktual. Kisah ini terjadi pada teman saya, dia seorang pengusaha servis komputer, orangnya baik, pekerjaannya juga baik, jujur dan tidak meminta jasa terlalu tinggi. Namun bisnisnya kian hari tidak menunjukkan progres yang positif. Saya menilai agak aneh, mestinya orang sejujur dan sebaik dia bisnisnya akan bagus dan lancar dan maju serta berkembang.

Rasa penasaran ini mendorong saya untuk ingin mengetahui lebih dalam dengan melakukan transaksi langsung dengan dia. Ketika bertemu, saya bilang bahwa saya membutuhkan servis personal computer (PC) saya karena ada program software yang bermasalah. Saya tanyakan berapa harganya dan kapan bisa selesai, dia jawab harganya seperti yang diberlakukan kepada orang lain, sambil memperlihatkan price list service komputer. Ada install seluruh software dari PC kosongan sampai cukup terisi sesuai dengan yang kita inginkan. Ada yang hanya beberapa software saja, ada juga yang harus beli hadware.

Saya membutuhkan install ulang ditambah antivirus karena sudah banyak gangguan dalam PC. Jadilah harga Rp sekian dibayar setelah selesai dan estimasi pekerjaan selesai seminggu ke depan. Seminggu berjalan, saya mencoba untuk menghubungi apakah PC saya sudah bisa diambil atau belum. 

Saya kirim pesan, jawabannya belum selesai. Dia menjanjikan besok. Keesokan harinya saya tanya lagi, ternyata belum selesai juga. Saya agak jengkel karena janjinya meleset. Padahal pekerjaan saya yang menggunakan komputer sudah cukup banyak. Alhasil selama seminggu saya tidak bekerja maksimal karena harus bekerja di rental komputer.

Tanpa memberi kabar kepada dia, saya langsung mendatangi tempat servisnya. Ternyata dia terlihat sangat sibuk mengerjakan pekerjaan yang sangat banyak. Dia mengetahui kedatangan saya dan langsung meminta maaf.

"Maaf ya pak, belum selesai. Pekerjaan sangat banyak, jadi waktunya agak bergeser," tutur dia sambil menunjukkan wajah memelas.

Saya tidak marah, tidak juga berkata banyak. Saya hanya bertanya satu kalimat.

"Bisa diceritakan, bagaimana bisa bergeser waktu selesai servis PC saya. Padahal waktunya sudah lebih dari seminggu?" kata saya datar.

Kemudian dengan lancar dia berkata, "Waktu mau menservis PC bapak, ternyata satu jam kemudian ada yang meminta bantuan servis juga dengan waktu pengerjaan yang sama. Dan saya sanggupi untuk selesai satu minggu. Tapi ternyata tingkat kerusakan PC orang tersebut lebih parah, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama," kata dia.

Padahal servis PC saya semestinya sudah selesai kalau dilihat dari janji. Kenyataannya, PC saya sama sekali belum disentuh karena orderan kedua membutuhkan waktu lebih lama. Saya coba untuk mengetahui lebih dalam apa alasan dia berani mengambil order yang kedua padahal order pertama belum tentu selesai. Dia menjawab singkat.

"Saya tidak enak pak, orang yang datang tersebut benar-benar orang yang saya kenal. Jadi saya iyakan saja walaupun pekerjaan lain masih banyak. Saya tipe orang nggak enakan kalau menolak orderan, padahal dalam hati bingung juga, bagaimana kalau pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline