Lihat ke Halaman Asli

Rachmawati Ash

Guru, Penulis, dan pegiat literasi

Literasi dan Bahaya Menyebarkan Potongan Berita di Era Revolusi Industri 5.0

Diperbarui: 11 September 2024   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc: TBM Rumah Sastra

Revolusi industri 5.0 adalah era baru dalam perkembangan industri yang ditandai dengan penggunaan teknologi canggih untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas hidup. Era ini ditandai dengan integrasi teknologi fisik, digital, dan biologis.

Dampak dari adanya teknologi yang serba canggih sangat bervariasi. Tentu kita telah mengetahui secara sadar maupun tidak sadar, bahwa saat ini segala bentuk informasi sangat mudah kita dapatkan. Usia kanak-kanak sampai dengan lansia telah mahir menggunakan gadged atau smartphone. Sayangnya, penggunaan teknologi tidak diimbangi dengan literasi yang baik dan benar, sehingga kita kurang teliti, kurang sabar, dan kurang membaca secara menyeluruh informasi yang disampaikan. Penggunaan smartphone juga tidak menunjukkan pemakainya smart. Seolah kita terburu-buru ingin berbagi informasi kepada siapa saja. Saat ini kita berlomba-lomba, saling cepat menyampaikan kabar, supaya dianggap keren dan tidak mendapat label kudet (kurang update) atau tidak kekinian. Hal ini wajar dan masuk akal. Akan tetapi yang tidak wajar dan tidak masuk akal adalah sikap kita yang sembrono dan gegabah.

Pengguna teknologi industri 5.0 seharusnya lebih meningkatkan literasi untuk mengimbangi perkembangan zaman dan sebagai dasar mengambil sikap bijaksana. Literasi khususnya membaca dan menyimak sangat penting dalam menjalani kehidupan teknologi saat ini. Membaca secara menyeluruh sebuah berita adalah kewajiban bagi manusia modern, membaca dapat dilakukan dengan beberapa teknik, misalnya dengan membaca cepat. Membaca cepat merupakan sistem membaca dengan memperhitungkan waktu baca dan tingkat pemahaman terhadap bahan yang dibaca. Jadi, membaca cepat adalah proses membaca bacaan untuk memahami isi bacaan dengan cepat. Selain itu ada juga teknik skimming, scanning, dan understanding. Proses membaca sangat penting dalam menyerap informasi sebelum kita sampaikan kepada diri sendiri dan orang lain.

Teknologi yang berkembang saat ini harus kita sikapi dengan "SERSAN" serius tetapi santai. Kita semua tahu bahwa teknologi informasi sangat banyak manfaatnya dalam kehidupan. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang dapat mengikuti arus secara baik dan selamat kita harus membaca/menyimak secara menyeluruh informasi yang kita dapatkan. Dampak negatif dari teknologi informasi diantaranya adalah 1) Manusia kehilangan kemampuan berbaur dengan masyarakat dan cenderung nyaman dengan kehidupan online, 2) Fitnah terhadap orang lain 3) Adanya pelanggaran hak cipta, 4). Kejahatan di internet, 5). Penyebaran virus komputer, dan 6). Pornografi, perjudian, penipuan, tayangan kekerasan. Dampak negatif tersebut dapat kita minimalisir dengan berliterasi yang baik. Dengan membaca secara menyeluruh isi bacaan kita dapat memahami informasinya, baru dapat kita sebar luaskan untuk orang lain supaya berguna.  Smart dalam membagikan video juga sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat.  Kegiatan forward sebuah video juga harus dicek kembali kebenarannya. Melihat video secara utuh, mencari sumber yang jelas dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh makna yang disampaikan adalah penting. Selain itu kita juga disarankan mencantumkan caption yang dapat menjelaskan potongan berita tersebut secara sederhana tetapi utuh. Pengguna teknologi juga tidak seharusnya menggiring masyakat untuk saling menghujat dengan adanya caption yang direkayasa sendiri tanpa melakukan proses literasi secara maksimal.

Era digital dan teknologi informasi yang super cepat, banyak manusia yang tidak bertanggungjawab dengan seenak jidatnya menyebarkan sebagai story whatsap. Apilkasi short video memaksa manusia bermain-main dalam mengedit atau memotong sebuah berita. Sehingga informasi yang diterima menjadi berbahaya. Informasi dari cutting atau editing inilah yang perlu kita waspadai. Masyarakat saling serang, membenci dan berpotensi terpecah belah. Salah satu berita yang sedang viral saat ini, misalnya tentang kebijakan seragam sekolah.

Kemendikbud Ristek membuat aturan seragam sekolah 2024. Menteri pendidikan menyampaikan bahwa seragam sekolah masih menggunakan aturan lama, yaitu : 1. Pakaian seragam nasional siswa SD dan SDLB adalah atasan kemeja putih dan bawahan celana atau rok merah hati. 2. Pakaian seragam nasional siswa SMP dan SMPLB adalah atasan kemeja putih dan bawahan celana atau rok biru tua. 3. Pakaian seragam nasional siswa SMA, SMALB, SMK, dan SMKLB adalah atasan kemeja putih dan bawahan celana atau rok abu-abu. Lalu, pakaian seragam nasional (adat)  digunakan paling sedikit setiap Senin dan Kamis, serta hari pelaksanaan upacara bendera. Pada hari pelaksanaan upacara bendera, penggunaan pakaian seragam nasional wajib dilengkapi atribut topi pet dan dasi sesuai warna seragam per jenjang pendidikan dengan logo Tut Wuri Handayani di bagian depan topi. Akan tetapi berita yang disebarluaskan menjadi berbeda, mengarahkan pembaca dan masyarakat menjadi gaduh. Orang tua yang memiliki anak sekolah menjadi panik harus membeli seragam baru lagi. Masyarakat salah paham kepada tokoh utama dalam dunia pendidikan, sehingga menghujat dan menolak kebijakan yang justru sangat baik bagi Negara kita sendiri.  Dengan demikian, dari satu contoh tersebut, seharusnya kita membaca dan melihat berita secara utuh serta menyeluruh. Be smart di era revolusi industri, cerdas berbagi di era teknologi.

Penulis: Asih Rachmawati: Guru SMAN 3 Brebes, Mahasiswa S2  UPGRIS, founder TBM Rumah Sastra dan Pegiat Literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline