Lihat ke Halaman Asli

Rachmawan Deddy

Profesional

Ala SBY, Dari Puitis Sampai yang Cengeng

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Romy bilang, kesan yang timbul atas puisi di atas adalah serupa metapora ala Sitor Situmorang. Mirip puisi Sitor berjudul Lebaran.

------

Sudah banyak yang tahu bahwa Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) suka bermusik. Mulai dari mencipta hingga menyanyikannya. Tapi saya yakin, tidak banyak rakyatnya yang tahu atau mungkin peduli terhadap karya-karya presiden keenam Indonesia tersebut. Iya kan?
Saya, termasuk yang tidak peduli. Ah, mungkin kurang publikasi saja yah. Atau memang saya yang ketinggalan informasi sehingga tak tahu. Ketika ada pertanyaan mengenai lagu atau album SBY dalam soal seleksi CPNS beberapa waktu lalu, saya berkeyakinan, tidak banyak yang bisa menjawabnya dengan benar.
Padahal, sampai saat ini, setidaknya ada empat album SBY dengan jumlah lagu sebanyak  39 lagu.  Album pertama Rinduku Padamu berisi 10 buah lagu. Album ini dicipta pada 2006 silam, ketika masih berduet dengan Jusuf Kalla.

Album kedua Majulah Negeriku berisi 11 lagu. Album ini tidak dipublikasikan kecuali lagu yang dinyanyikan Rio Febrian, Ku Yakin Sampai di Sana.

Lalu, album ketiga berjudul Evolusi berisi 10 lagu yang beberapa di antaranya dibuatkan video klip serta album keempat, Ku Yakin Sampai di Sana dengan delapan (kok bukan 9 ya..) lagu.

Menurut Remy Sylado masih ada lagu SBY yang belum dipublis Dari Jakarta ke Oslo untuk Bumi Kita. Lagu ini bahkan dibuat versi inggrisnya, Save Our World.

Selain gemar mencipta lagu, saya juga baru tahu bila sang presiden suka menulis puisi. Amboi….. Saya sendiri baru tahu dan membaca beberapa puisi karya SBY beberapa hari lalu. Saya mendapatinya di buku terbaru Remy Sylado alias Yapi Tambayong, Pak Presiden Menyanyi Esai tentang Karya Musik dan Puisi SBY.

Baiknya saya bagikan saja dua puisi di antaranya. Mau ya?
Demi Waktu

Bulan di atas perahu
Sendu

Cemara di kaki gunung
Termenung
Lolong  di keheningan malam
Kelam
Pengemis di ujung kota
Duka
Kutahu waktu menjanjikan berkah
Kuburu, pantang menyerah
Apalagi pasrah

Menarik juga bukan? Kerana bukan kritikus sastra sekalipun menyukai puisi, saya merasa tak pantas memberi catatan atas puisi SBY berjudul Demi Waktu itu. Tapi, saya kutipkan saja secara bebas pandangan Remy Sylado dalam bukunya itu.
Romy bilang, kesan yang timbul atas puisi di atas adalah serupa metapora ala Sitor Situmorang. Mirip puisi Sitor berjudul Lebaran.
Terlepas dari terinspirasi mungkin, SBY juga punya puisi yang dilihat Remy serupa puisi yang cengeng. Ia masygul karena terganggu dengan  puisi mendayu-dayu, cengeng. Itu tergambar dari puisi SBY berjudul, Kangen.
Rindunya hatiku padamu
Kekasih tambatan jiwa
Di seberang sana
Bolehkah kutitipkan salam
Lewat burung kenari
Yang terus bernyanyi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline