Informasi yang dimiliki Wikileaks akhirnya membuat ribut Indonesia, utamanya Presiden SBY sebagai lakon utama. Tentu saja setelah aneka data telegram dimuat Koran Australia, The Age dan Sidney Morning Herals. Amerika tentu lebih dulu dibuat panas dengan sederet data yang dimiliki Wikileaks yang didirikan Julian Asange.
Kendati The Age menjual ketokohan SBY dengan headlinenya Yudhoyono ‘Abused Power’, namun banyak tokoh negeri ini yang disebut-sebut. Celakanya, penyebutan sejumlah nama seperti Taufik Kiemas dan Jusuf Kalla itu, merujuk pada suatu tindakan yang dipandang negatif.
Melihat deretan nama yang disebut dalam laporan itu, kita boleh miris. Terlebih bila data itu benar adanya dan benar-benar ada. Bukan soal nama saja tentunya, tapi sepak terjang para tokoh tersebut yang seolah membocorkan informasi kepada Amerika. Toh pertanyaanya, bila kabar yang mereka sampaikan itu benar mengapa tidak mereka bernyanyi di dalam negeri, untuk membongkar borok-borok itu.
Komprador. Telah lama rasanya tak mendengar kata itu. Kata yang merujuk pada tindakan berkhianat, bermuka dua. Ah, tentu saya tak mengatakan bahwa nama-nama semisal TB Silalahi, Yahya Asegaf, Agung Laksono yang disebut Wikileaks adalah barisan komprador. Bukan kapasitas saya, dan memang tak tepat karena yang tidak tahu apa-apa melainkan membaca seliweran berita-berita di atas.
Dalam kaitan ini, sebelumnya kita juga sempat dihebohkan dengan sebuah buku buatan Tim Weiner, seorang jurnalis The New York Times. Pasalnya, ia menyebut Adam Malik yang tak lain mantan Wapres Indonesia sebagai seorang agen CIA.
Wartawan peraih Pulitzer itu mengutip McAvoy, seorang perwira CIA. Kata Mc Avoy, ia bertemu dengan Adam Malik di sebuah tempat rahasia dan aman di Jakarta pada 1964. Menurutnya, Adam Malik merupakan pejabat Indonesia tertinggi yang pernah direkrut CIA.
Tuduhan-tudahan atau kabar yang memojokkan seperti itu, memang menyakitkan. Setidaknya menyakiti rasa nasionalisme kita. Terlebih bila itu benar adanya.
Dan pada akhirnya, sejarah banyak mencatat komprador selalu ada di mana-mana. Dalam tatanan kenegaraan, lagi dan lagi komprador itu ‘menghamba’ kepada Amerika. Kalaulah kita tak hendak menyebutnya komprador, banyak contoh tokoh atau kepala negara yang patuh kepada Amerika. Dan sangat mungkin dalam kepatuhannya itu, mereka menggadaikan, mengorbankan rakyat dan negaranya.
Masih banyak lagi kepala negara yang semula setia kepada Paman Sam, namun akhirnya dijatuhkan dan dihinakan Amerika. Beberapa di antaranya Presiden Panama Jenderal Manuel Noriega, Presiden Chili Jenderal Augusto Pinochet, Presiden Irak Saddam Husein, Presiden Filippina Ferdinand Marcos, bahkan Soeharto.
SBY sebagai kepala Negara telah memberi bantahan atas pemberitaan dua Koran Australia itu. Masifnya gempa dan tsunami Jepang, setidaknya meredakan isu yang diembus media Australia. Komprador pada akhirnya memberi kontribusi untuk kerusakan negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H