Lihat ke Halaman Asli

Rachmat Willy

Penikmat fiksi

Printer Canon, Mencetak Hidupku!

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1398850167269631384

[caption id="attachment_305238" align="aligncenter" width="655" caption="Canon Printer, printer andalan di meja kerjaku (dok. pribadi)"][/caption]

Sudah bukan rahasia lagi kalau mendekati tengah tahun atau akhir tahun pekerjaan di kantor akan mulai menumpuk dengan berbagai jenis laporan. Ada laporan kegiatan yang harus disortir satu per satu untuk selanjutnya dirangkum menjadi laporan besar tengah tahun atau bahkan akhir tahun. Nah, yang paling fatal dalam setiap laporan adalah tampilan gambar yang harus benar-benar bagus sewaktu dicetak dan menunjukkan momen kegiatan yang pas, tepat seperti narasi yang dilaporkan. Untunglah, di kantor aku menggunakan Canon iP2770 yang sangat bisa diandalkan. Harga tidak terlalu mahal, tinta mudah diperoleh di setiap toko peralatan komputer dan yang terpenting hasil cetaknya sangat bisa diandalkan.

Berhubung aku juga kerja sambil kuliah maka pekerjaanpun seolah menjadi bertumpuk nyaris tak terselesaikan, lebih-lebih pada awal bulan April lalu. Bulan April adalah bulan pelaporan tengah tahun di organisasi dimana aku bekerja. Sementara di kampus bulan April adalah musimnya UTS alias Ujian Tengah Semester. Ampun deh! Benar-benar kayak orang kesetanan, lari sana sini mengejar setiap dead line entah dead line tugas kantor atau tugas kuliah.

Sialnya, kali ini aku lupa kalau laporan tengah tahun harus dikumpulkan paling lambat tanggal 10 April kemarin. Tanggal 9 April, aku mendapat email dari atasan kalau laporan harus dikumpul paling lambat besok tanggal 10 April pukul 12.00 siang. Tentu beliau juga butuh waktu untuk melakukan proses review sebelum laporan tersebut dikirimkan ke Jakarta pada hari yang sama. Jadilah malamnya tanggal 9 April tersebut aku berjibaku menyelesaikan laporan berpuluh lembar dalam satu malam. Itupun nyaris tak selesai. Hasil akhirnya aku malah ketiduran di kursi meja makan. Laptop mati dengan sendirinya karena habis baterai. Untung sistim memorinya bagus sehingga hanya 2 kalimat terakhir yang tak sempat tersimpan.

Pagi-pagi sekali tanggal 10 April, mau tak mau aku harus mengikuti kuliah di kampus. Maklumlah, absensinya ketat. Kurang dari 75 persen kehadiran maka mahasiswa tidak diperbolehkan ikut ujian. Alamak! Itu berarti tinggal satu kesempatan lagi buatku untuk out dari UTS. Akupun bergegas menghadiri kuliah pagi yang dimulai pukul 06.30 WIB itu. Sebelumnya karena beban berat di tas ransel akibat laptop kantor yang kubawa pulang maka kuputuskan untuk mampir di kantor dulu mengurangi beban punggung dengan menaruh laptop di atas meja kantor. Setelahnya motor pun kupacu sebisanya menuju kampus. Setelah kuliah pagi tersebut, masih ada kuliah lagi, disinilah aku mulai ketar-ketir. Dosen mata kuliah yang kedua ini meminta agar pertemuan untuk minggu depan dirapel ke hari ini. Ampun deh! Itu berarti kuliah akan berlangsung sampai pukul 11.00 WIB nanti! Sementara laptop sudah aku taruh di kantor dan perlu sekitar setengah jam kalau tak macet untuk perjalanan dari kampus ke kantor. Ah sudahlah, que serra serra what ever will be will be, pikirku saat itu.

Ternyata pukul 11 kurang 10 menit kuliah selesai juga. Absennya dihitung 2 kali. Sang dosen bergerak pelan sekali menuju pintu keluar. Maklum, usianya sudah uzur. Sebagai mahasiswa yang baik pantang aku melangkah keluar sebelum dosen keluar. Setelah beliau keluar, bergegas aku menuju tempat parkir dan mulai memacu motor menuju kantor. Sampai di kantor masih pukul 11.20 WIB. Lumayan cepat aku berkendara. Segera laptop kunyalakan dan file laporan kubuka. Ku utak atik sedikit untuk merapikan halaman dan setelahnya printer Canon andalanku mulai beraksi dengan fast mode. Sekitar 60 halaman tercetak tanpa cela, langsung ku jilid dengan lakban dan plastik mika agar rapi. Setelah itu bergegas menuju ruangan bos. Bos tidak tersenyum melihat kedatanganku. Rupanya dia masing menunggu laporan 2 orang rekan kerjaku yang lain. Wajahnya tampak kesal. "Untung kau kasih tepat waktu, kalau tidak saya kasih SP (Surat Peringatan)" begitu katanya waktu itu sambil membolak balik laporanku. Walau dicetak dengan fast mode, gambar foto di dalam masih tampak bagus. Oalah, untunglah aku bisa menyerahkan laporan itu tepat waktu. Setelah membolak-balik laporanku beberapa saat, aku melihat pak bos tampak mulai mengangguk-angguk. Akupun bisa bernafas lega sambil mengelus dada.

Terimakasih Canon, kau telah turut serta mencetak hidupku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline