Lihat ke Halaman Asli

Rachmat Willy

Penikmat fiksi

Melagukan Puisi ala Tulus

Diperbarui: 4 April 2017   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1418111120334942988

Berkenalan dengan lagu-lagunya Tulus saya mulai sejak ada even musik Jazz yang diselenggarakan di kota tempat tinggal saya yaitu Surabaya yang rencananya akan diisi olehnya. Buat yang belum tahu siapa Tulus, ketik saja di Google dan akan muncul tentang latar belakang laki-laki ini di Wikipedia atau di web nya sendiri. Tentang even Jazz itu, saya sendiri tidak berkesempatan menghadiri even itu. Sayang juga sih sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, kesibukan ternyata mengalahkan segalanya.

[caption id="attachment_340395" align="aligncenter" width="323" caption="Tulus. Sumber: situstulus.com"][/caption]

Namun lagu-lagu Tulus yang katanya akan mengisi even tersebut mulai diputar di radio terutama di salah satu radio yang cukup terkenal di Surabaya. Mulailah hampir setiap hari telinga saya dibiasakan dengan lagu-lagunya Tulus. Mulai dari lagu berjudul "Sepatu" hingga "Gajah". Nah, coba kita simak salah satu lirik lagunya Tulus yang berjudul "Sepatu" ini:

Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia

Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan

Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya

Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan

Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya

Cinta memang banyak bentuknya
Mungkin tak semua bisa bersatu...
(Sumber: Metrolyrics.com)

Lagu tersebut kental dengan irama puisi yang saya kenal ketika belajar Bahasa Indonesia sewaktu masa-masa sekolah dulu. Kalau pembaca masih ingat, sebuah puisi haruslah berirama. Entah itu iramanya a-b-a-b atau a-a-b-b dan lain sebagainya. Coba simak bait pertama dengan ujung kata "sepatu" yang seirama dengan "bersatu" dan "berjiwa" dengan "manusia". Hal ini kembali ditegaskan dengan irama a-a-a-a dalam kata "bersama", "apa-apa", "berdua", "berbeda", "nirwana", dan "berdaya" di bait berikutnya.

Sebuah puisi yang berirama saja tentu sudah menarik dan mudah diulang dan diingat oleh pendengarnya, apalagi sebuah lagu. Saya jadi ingat tulisan saya terdahulu tentang "ulat telinga" yaitu tentang lagu-lagu yang bila kita mulai menyanyikannya, maka tak akan pernah lagu itu berhenti atau keluar dari ingatan kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline