Lihat ke Halaman Asli

Rachmat Hidayat

TERVERIFIKASI

Budayawan Betawi

Layakkah Ahok di-Cipinang-kan?

Diperbarui: 10 Mei 2017   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai umat manusia yang beradab, kita telah bersepakat, bahwa segala perselisihan yang terjadi diantara kita diputuskan dan diselesaikan melalui mekanisme (jalur) pengadilan (hukum). Kita tak mengenal hukum rimba dimana yang kuat memangsa yang lemah, atau yang kuat bertindak semena-mena terhadap yang lemah. Hukum adalah panglimanya. Dan, tatkala ada seseorang disangka telah menodai suatu agama yang dianut di Indonesia, maka untuk meredakan gejolak yang terjadi di masyarakat, perangkat penegak hukum memproses yang bersangkutan. Yang bersangkutan diajukan ke muka hakim untuk diadili.

Hakim sebagai wakil Tuhan di dunia telah menetapkan bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara sah dan meyakinkan terbukti telah menodai ajaran agama (Islam) yang dianut di Indonesia. Ahok telah melanggar pasal 156a KUHP yang isinya: Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

Selain menghukum Ahok dengan pidana penjara selama dua tahun, dalam amar putusannya, majelis hakim juga memerintahkan agar Ahok ditahan! Tepatkah perintah penahanan Ahok ini, mengingat selama ini perlakuan terhadapnya sangat berbeda dengan terdakwa kasus penodaan agama lainnya, dimana Ahok selama proses persidangan tak pernah sekalipun ditahan?  

Keputusan hakim tentu tak memuaskan semua pihak. Bagi pro Ahok, keputusan itu dirasa berat. Namun bagi kontra Ahok keputusan itu tentu terlalu ringan dan tak sebanding dengan kasus-kasus penodaan agama lainnya, seperti yang melibatkan Arswendo dan Mushaddeq, misalnya, yang di vonis lebih berat dari Ahok.

Bagi kita yang mempercayai institusi pengadilan, keputusan hakim adalah keputusan ‘final’ dalam arti keputusan itu sebagai penentu untuk mengakhiri polemik yang selama ini berkembang di masyarakat mengenai salah atau tidaknya Ahok dalam kasus penodaan agama Islam. Palu hakim telah terketuk, sedangkan Ahok memilih banding. Selama proses banding inilah, bukan berarti ahok terlepas dari stigma bersalah, karena banding, tidak serta merta menggugurkan putusan hakim. Dalam kaidah hukum dikenal dengan ResJudicata Pro Veritate Habeturyang berarti putusan hakim itu dianggap benar dan harus dihormati. Ini berarti keputusan hakim --PN Jakarta Utara (Hakim Dwiarso)-- diangap benar sebelum pengadilan yang lebih tinggi memutus lain atau sepanjang belum ada putusan yang membatalkannya. Selengkapnya lihat: (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PHPU.D-X/2012, hlm. 152-153).

Salah satu tujuan dari penerapan hukum adalah agar menjadi pembelajaran bagi pelaku itu sendiri, agar pelaku menyadari kesalahan-kesalahannya dan segera memperbaikinya. Dengan ditahannya Ahok, maka diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi yang bersangkutan, agar ia segera kapok dan tak mengulangi lagi perbuatannya. Salah satu yang memberatkan Ahok dimata hakim adalah, bahwa yang bersangkutan tidak menyesali perbuatannya. Semoga dengan kasus ini Ahok insyaf, menyadari kesalahannya, dan menjadi manusia yang lebih baik. Baik perangainya, baik tutur katanya, dan baik segalanya. Kita tentu berharap, selepas dari penjara, Ahok diharapkan seperti bayi yang baru dilahirkan, suci bersih. Memulai hidup baru dengan kehidupan lebih baik.

Disamping itu, penahanan segera Ahok juga berfungsi sebagai pembelajaran bagi kita bahwa yang salah pasti akan di hukum, atau bahasa sederhananya adalah, siapapun tidak kebal hukum (penjara) dan agar kita (masyarakat) tak meniru tindakan yang telah dilakukan oleh pelaku. Bahwa perbuatan melanggar pidana akan mendapat ganjarannya yakni di penjara. Bahwa di penjara itu tak enak, maka hindarilah masuk penjara dengan tidak melanggar hukum. Itu pesan moralnya.

Semoga dari kasus Ahok ini kita memperoleh pelajaran bahwa tutur kata harus kita jaga. Jangan mengomentari dengan ‘melompat pagar’ membahas isi kitab dari agama yang bukan agama yang kita anut. Jadikan kasus Ahok ini sebagai momentum untuk saling hormat menghormati antar pemeluk agama. Dengan itu niscaya kerukunan umat beragama akan tetap lestari dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Sumber foto:

https://www.google.co.id/search?q=penahanan+ahok&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjfjZ2gveTTAhXKq48KHQfdBQEQ_AUIBygC&biw=1280&bih=601#imgrc=wLfT1tkLtzd8XM:




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline