Lihat ke Halaman Asli

Menciptakan Ruang Aman di Tempat Kerja

Diperbarui: 11 Juli 2023   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Kejahatan bisa terjadi di mana saja, tanpa mengenal waktu dan tempat serta dapat dilakukan oleh siapa saja dengan latar belakang status sosial apapun. Pada dewasa ini, sedang ramai diperbincangkan isu mengenai pelecehan seksual yang menimpa seorang buruh perempuan di tempat kerja. Karyawati di Cikarang, Jawa Barat berinisial AD (24) buka suara terkait isu adanya ajakan tidur di hotel yang dilakukan atasannya. Ia mengaku menjadi korban pelecehan seksual karena beberapa kali diajak jalan berdua oleh atasannya. Bahkan, korban sempat diajak tidur di hotel dan diancam tidak akan mendapat perpanjangan kontrak kerja jika menolak.[1]

 

Pengertian pelecehan seksual seperti yang pernah di ungkapkan oleh Meyer dkk. (1987) menyatakan secara umum ada tiga aspek penting dalam mendefinisikan pelecehan seksual yaitu aspek perilaku (apakah hal itu merupakan proposisi seksual), aspek situasional (apakah ada perbedaan di mana atau kapan perilaku tersebut muncul) dan aspek legalitas (dalam keadaan bagaimana perilaku tersebut dinyatakan ilegal). Berbeda dengan Meyer dkk, Farley (1978) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai rayuan seksual yang tidak dikehendaki penerimanya, di mana rayuan tersebut muncul dalam beragam bentuk baik yang halus, kasar, terbuka, fisik maupun verbal dan bersifat searah.[2]

 

Bentuk umum dari pelecehan seksual adalah verbal dan godaan secara fisik (Zastrow dan Ashman, 1989; Kremer dan Marks, 1992), di mana pelecehan secara verbal lebih banyak daripada secara fisik. Para ahli tersebut menyebutkan pelecehan seksual dalam bentuk verbal adalah bujukan seksual yang tidak diharapkan, gurauan atau pesan seksual yang terus menerus, mengajak kencan terus menerus walaupun telah ditolak, pesan yang menghina atau merendahkan, komentar yang sugestif atau cabul, ungkapan sexist mengenai pakaian, tubuh, pakaian atau aktivitas seksual perempuan, permintaan pelayanan seksual yang dinyatakan dengan ancaman tidak langsung maupun terbuka.[3]

 

Jika dikaitkan dengan isu pelecehan seksual yang dialami oleh buruh perempuan berinisial AD (24), maka ini merupakan pelecehan seksual yang dipandang dari aspek situasional, dimana pelecehan seksual dapat dilakukan di mana saja dan dengan kondisi tertentu. Perempuan sebagai korban pelecehan seksual dapat berasal dari setiap ras, umur, karakteristik, status perkawinan, kelas sosial, Pendidikan, pekerjaan, tempat kerja, dan pendapatan.[4]

 

Untuk saat ini, belum ada peraturan yang secara implisit mengatur mengenai kejahatan pelecehan seksual, namun apabila terdapat kasus pelecehan seksual dapat merujuk pada Pasal 281 KUHP yang menyebutkan mengenai kejahatan asusila yang berbunyi "diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500.000,00:[5]

 

  • barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
  • barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaah."
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline