Keberadaan kelompok tani mulai populer di kalangan petani ketika pemerintah meluncurkan program Bimbingan Massal (Bimas) di era tahun 1970-an. Waktu itu kelompok tani dijadikan wahana peningkatan produksi padi yang targetnya mencapai swasembada beras. Terbukti rekayasa kelembagaan kelompok tani mampu mendorong Indonesia mencapai swasembada beras di tahun 1984.
Meskipun program Bimas tidak berlanjut, keberadaan kelompok tani terus dipertahankan bahkan dikembangkan. Peran kelompok diperluas ke sub sektor hortikultura, perkebunan dan peternakan.
Konsep Kelompok Tani
Secara harfiah kelompok merupakan perkumpulan beberapa orang individu yang memiliki tujuan bersama. Mereka berkumpul, membangun komitmen bersama untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konteks pertanian, kelompok tani didefinisikan sebagai kumpulan petani yang terikat secara sosial dalam suatu wilayah kelompok didasarkan adanya kebutuhan bersama. Petani yang dimaksud tidak hanya orang dewasa dan tidak hanya laki-laki, tetapi juga orang muda dan termasuk perempuan.
Secara filosofis, pembentukan kelompok tani bertujuan untuk memecahkan permasalahan petani yang tidak bisa di atasi petani secara individu. Kelompok tani merupakan perwujudan pertanian yang terkonsolidasi sehingga bisa berproduksi secara optimal dan efisien. Artinya kelompok tani mengandung makna pemberdayaan petani untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani
Meskipun status kelompok tani itu informal, tetapi memiliki legalitas formal berupa UU 19/2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani dengan turunannya Permentan No. 82 tahun 2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan. Dalam aturan tersebut kelompok tani disebutPoktan merupakan kumpulan petani/ peternak/pekebun. Dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya, komoditas, dan keakraban.
Tujuan pembentukan kelompok tani untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota, berasaskan: kedaulatan, kemandirian, kemanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi berkeadilan dan keberlanjutan.
Paling tidak ada lima aspek yang dijadikan dasar untuk terbentuknya kelompok tani: Pertama, memiliki wilayah kawasan kelompok tani yang jelas. Kedua, didukung kepentingan bersama. Ketiga, ada dukungan tokoh masyarakat setempat, Keempat, ada kader yang berdedikasi, dan Kelima, paling tidak satu kegiatan nyata yang
dikerjakan. Ke semua aspek tersebu menjadi pengikat terbentuknya kelompok tani yang solid.
Eksistensi kelompok tani dipandang sebagai kelembagaan yang strategis, karena berfungsi sebagai kelas belajar, wahana kerjasama, unit produksi, penyedia fasilitas, dan sebagai pembuka jaringan kerja.