Lihat ke Halaman Asli

Hak Asasi Manusia atau Hukuman Mati??

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HAK ASASI MANUSIA ATAU HUKUMAN MATI ??

Pasal 28 A bab XA tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Ini artinya secara tidak langsung pasal tersebut mengandung pengertian bahwa setiap orang berhak merdeka, mempertahankan kemerdekaan, dan bebas dari penjajahan. Namun saat ni, permasalahannya adalah mengenai perdebatan hukuman mati, serta pemberian grasi yang menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan.Permasalahan ini perluditelaah secara mendalam.

Setiap harinya, diperkirakan dari 4 juta penduduk Indonesia (sekitar 2%) mengonsumsi narkoba. 41 pecandu narkobameninggal duniaa akibat narkoba, 50 triliun uang melayang hanya untuk mengobati para pecandu tersebut. Siapakah yang bersalah? Siapakah yang pantas dihukum mati? Pecandu? Pengedar? Ataukahkeduanya?

MA kontra atas hukuman matitersebut, grasi dapat digunakan untuk meringankan hukuman, dengan grasi hukuman mati dapat diringankan menjadi hukuman penjara 20 tahun. Presiden mempunyai kewenangan untuk memberikan grasi. Keputusan itu dibenarkan, namun dengan syarat ada pemberian pertimbangan hasil peninjauan kembali dari MA terhadap permohonan grasi yang diajukan. Pasal hukuman mati sebenarnya sudah sesuai dengan konstitusional dan tidak melanggar undang-undang. Akan tetapi, kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan semangat kemerdekaan.

Hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (pasal 28 ayat 1 UUD 1945), namuntaukah? UU No. 12 tahun 2005 Indonesia meratifikasi Konvensi Internasional tentangHak-Hak Sipil dan Politik. Dalam ratifikasi dinyatakan bahwa setiap manusia berhak untuk hidup yang melekat pada dirinya, hak ini wajib dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang, akan tetapi di Negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling serius.

Henri Yudodiningrat dalam acara Indonesian Lawyer Club yang disiarkan oleh salah satu stasiun televise swasta nasional beberapa waktu yang lalu mengatakan“ maraknya pecandu narkoba merupakan bukti bencana narkoba, hal ini tentu sangat memprihatinkan.”

“Banyak hakim ikut mengonsumsi narkoba, peraturan PK banyak yang ngawur, PK salah kaprah dalam menangani kasus, pemberian grasi berdasarkan berat ringannya suatu hukuman, yang seharusnya mempertimbangkan benar atau tidaknya tindakan tersebut.” tambahnya.

Rasa keadilan harus ditegakkan.Pemberian hukuman mati merupakan pelanggaran HAM yang berat, 106 negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati, bahkan Belanda menghapus hukuman mati sejak tahun 1870.

Negeri ini sudah gawat bagi peredaran narkoba. Para pengedar dariluar negeri banyak yang menyelundup, bahkan mereka berani membawa lebih dari 5 kg, padahal dalam pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 membawa lebih dari 5 gram, sudah dapat diancam hukuman mati. BilaBandar dihukum mati, mereka akan berpikir ulang untuk menjalankan aksinya.

Hukuman penjara jelas tidak membuat jera para pecandu maupun pengedar, apalagi penjara dinilai turut serta menyumbang kerugian negara. Apakah hukuman denda bisa lebih efektif? Menurut pandangan saya, hukuman denda bisa dijadikan penengah antara penjara dan hukuman mati, efek hukuman denda lebih tegas, selain membuat miskin para pelaku, toh mereka juga kapok jika akan melakukannya lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline