Lihat ke Halaman Asli

Rachmad Bryan

Movie Scriptwriter at Laputa Production House

Asa Warisan Budaya Angkat Masyarakat Menuju Sejahtera

Diperbarui: 5 Desember 2023   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa minggu yang lalu, muncul sebuah series di salah satu platform digital yang menghebohkan banyak kalangan karena alur ceritanya yang dalam dan akting dari para pemainnya yang sangat menjiwai peran masing-masing. Series itu bernama ‘Gadis Kretek’. Singkatnya, series ini mengambil latar waktu tahun 60-an dan series ini termasuk ke dalam kategori romansa namun kaya akan unsur budaya, salah satu unsur budaya yang paling ditonjolkan adalah rokok kretek. Penonton yang melihat series tersebut pasti banyak diperkenalkan tentang bagaimana kehidupan di tahun itu utamanya di daerah Jawa Tengah dimana kebanyakan profesi yang diambil oleh masyarakat sekitar adalah menjadi buruh rokok kretek. Ada beberapa adegan yang disukai oleh sebagian orang yang telah menonton seriesnya terutama yaitu adegan ketika Dian Sastro selaku pemeran utama melinting rokok bersama dengan beberapa ibu-ibu pekerja lainnya. Hal yang nampaknya biasa saja bagi mayoritas orang karena itu memang sudah menjadi sebuah pekerjaan umum, namun untuk beberapa orang yang masih belum mengetahui tentang industri sigaret kretek tangan, mereka menganggap hal tersebut sebagai suatu hal baru yang sarat akan nilai kebudayaan.

Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) merupakan sebuah sektor atau bidang produksi rokok kretek yang dibuat secara manual oleh pengrajin atau tangan terampil. Ini melibatkan proses pembuatan rokok secara tradisional tanpa bantuan mesin otomatis. Pengrajin sigaret kretek tangan biasanya menggunakan teknik dan pengetahuan turun-temurun dalam proses pembuatannya. Para pengrajin juga bisa menciptakan kretek dengan rasa yang khas sesuai dengan keahlian dan pengalaman mereka. Saat ini, Industri Sigaret Kretek Tangan masih eksis di beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Kudus dan Klaten, Yogyakarta, di beberapa daerah Jawa Timur seperti Surabaya, Kab. Malang, Kab. Mojokerto, di Jawa Barat seperti Kab. Majalengka, Kab. Cirebon dan lain sebagainya. 

Mengapa Industri ini sudah jarang terdengar di kalangan masyarakat luas? Karena memang produksi sigaret kretek tangan sendiri umumnya merupakan produksi skala kecil menengah, bisa dikatakan sedikit kalah saing dengan berbagai macam jenis rokok yang telah beredar saat ini yang bisa diproduksi secara masif menggunakan bantuan mesin. Ada banyak faktor lainnya juga yang mempengaruhi mengapa Industri Sigaret Kretek Tangan ini semakin menurun, salah satunya yaitu mengutip dari laman jurnal yang diterbitkan oleh Rizka Rahman dari Universitas Negeri Semarang bahwa harga bahan baku yang semakin mahal membuat para pengusaha rokok kretek kecil kesulitan untuk menekan biaya produksi yang nantinya akan menyebabkan pengurangan tenaga kerja dan penurunan nilai produksi. Selain itu, karena adanya regulasi pemerintah berupa kebijakan tarif pengenaan cukai pada batang rokok yang dirasa mahal membuat pabrik rokok kretek kecil berjatuhan karena tidak mampu mengeluarkan biaya lebih banyak lagi dalam memproduksi.

Namun, selain karena faktor-faktor tersebut yang dapat menyebabkan menurunnya Industri Sigaret Kretek Tangan, ternyata masih banyak dampak positif lainnya yang dirasakan oleh masyarakat yang terlibat di dalam Industri tersebut hingga dengan saat ini. Industri Sigaret Kretek Tangan bisa berdampak luas terhadap perekonomian lokal karena banyak sekali membuka lapangan pekerjaan bagi sejumlah masyarakat sekitar. Contoh, Industri SKT bisa menambah jumlah lapangan pekerjaan untuk para petani tembakau, para pengrajin rokok dan semua orang yang terlibat dalam proses produksi-distribusi. 

Keuntungan lainnya adalah meskipun produksi Industri Sigaret Kretek Tangan tergolong skala kecil menengah, pendapatan yang dihasilkan bisa cukup signifikan mengingat cakupan pasar mereka golongan orang-orang atau komunitas yang setia sejak lama dan memiliki keunikan tertentu yang diminati oleh konsumen. Hal ini juga sangat baik dalam mendukung perputaran ekonomi lokal, uang yang dihasilkan nantinya bisa digunakan untuk pengembangan infrastruktur dan layanan sosial sebab hal tersebut juga salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sigaret Kretek Tangan ini juga tergolong ke dalam salah satu kekayaan warisan budaya lokal yang harus terus dilestarikan. 

Bagaimana tidak, proses produksinya yang dilakukan menggunakan cara tradisional yang diwariskan secara turun-temurun dengan pengrajinnya melinting sendiri tembakau serta cengkehnya yang ditaruh di dalam kertas rokok secara manual menggunakan tangan. Tak heran juga rasa yang diciptakan dari Sigaret Kretek Tangan ini bisa menjadi sebuah ciri khas tertentu yang tidak dimiliki oleh rokok kretek lainnya karena racikan dari tangan-tangan pengrajin handal nan berpengalaman yang dengan kebebasannya bisa menyesuaikan komposisi dan teknik pembuatannya.

Mengutip dari laman YouTube Tribunnews, ada sebanyak 3800 wanita yang diberdayakan untuk bekerja di Industri SKT ini. Alasannya adalah karena wanita cenderung lebih teliti dan cepat tanggap ketika memproses rokok-rokok kretek yang sedang diproduksi tersebut. Faktanya, dalam kutipan yang ditulis oleh Kompas.com, Waljid Budi Lestarianto selaku Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Yogyakarta mengungkapkan bahwa “Anggota serikat kami sebagian besar adalah perempuan pelinting kretek yang mayoritas dari mereka adalah tulang punggung keluarga."

Kesimpulannya adalah mengapa sigaret kretek tangan hingga saat ini masih eksis karena terdapat cakupan pasar tertentu yang loyal sehingga banyak yang masih suka terhadap keunikan rasa produk yang dibuat oleh pengrajin-pengrajin SKT. Selain itu, karena mencakup pasar yang signifikan sehingga daya beli masyarakat juga tetap berjalan yang membuat hal tersebut bisa membantu pergerakan ekonomi lokal untuk terus berkembang. Terlepas dari segala kontroversi mengenai harga bahan baku yang terlampau mahal atau peraturan pemerintah mengenai cukai, Industri SKT ini sendiri sudah berkontribusi banyak sekali masyarakat karena terbukanya lapangan kerja yang banyak terutama pemberdayaan perempuan-perempuan yang harus menghidupi keluarganya yang menjadi prioritas utama. Industri SKT ini juga merupakan salah satu warisan budaya yang harus terus dilestarikan secara turun-temurun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline