Lihat ke Halaman Asli

RUU Inteligen Negara rawan Penyalahgunaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

photo

JAKARTA-Tindak kejahatan terus berkembang sejalan waktu dan kemajuan peradaban manusia. Pada perkembangannya menyangkut segala aspek yaitu modus operandi, locus delicti yang tidak dibatasi oleh wilayah suatu negara, pelaku dan korban kejahatan yang tidak lagi hanya melibatkan warga negara satu negara. Hal ini sebagai dampak perkembangan politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, globalisasi dan perkembangan teknologi dewasa ini. Intersepsi atau penyadapan sesuai dengan pasal 31 UU No.11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yaitu kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, mencatat transmisi informasi elektronik dan dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

[news_1607.jpg]

Salah satu poin penting dari RUU Intelijen  adalah pemberian mandat kepada lembaga intelijen untuk melakukan intersepsi (penyadapan) terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan suatu negara. Selain lembaga intelijen, beberapa institusi negara saat ini sudah memiliki kewenangan untuk melakukan intersepsi berdasarkan amanat undang-undang yang secara limitatif mengaturnya sehingga kaidah lawful interception terpenuhi. Lawful interception sendiri berarti suatu penyadapan dan pengawasan terhadap aktifitas komunikasi secara sah atas nama hukum dari suatu lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan yang ditentukan oleh peraturan tertentu kepada individu maupun kelompok. Agar suatu intersepsi itu sah dimata hukum, haruslah di dasarkan pada aturan atau perundangan yang mengaturnya dan teknis serta prosedur yang memadai. informasi telah menjadi komoditas dan mulai dominan dalam kehidupan masyarakat. dilain pihak masyarakat menghendaki suatu keterbukaan informasi penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktek-praktek KKN. Bagi Polri, tata cara penyadapan di atur dalam peraturan Kapolri No.5 tahun 2010 yang disahkan tanggal 24 Februari 2010. Disisi lain ada informasi yang tetap harus dibatasi dari akses masyarakat, terutama yang mengandung akibat pada terganggunya ketertiban umum, keamanan maupun pertahanan negara. Wartawan rawan disadap, ini terkait kasus tindakan penyadapan telepon genggam yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atas wartawan majalah Tempo,  penyadapan atas wartawan investigatif dari salah satu media terkemuka itu adalah tanda-tanda bahaya yang menandakan kebebasan pers di negeri ini kembali terancam. Jika komunikasi wartawan yang melakukan tugas jurnalistik di bawah naungan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers bisa dengan seenaknya disadap dengan dalih penegakan hukum, maka masa depan kebebasan pers di negeri ini sudah gelap gulita. Terlebih jika benar penyadapan itu dilakukan untuk melindungi kepentingan pihak-pihak yang selama ini justru melakukan pelanggaran hukum dengan manipulasi pajak yang merugikan negara sampai triliunan rupiah. Kita lihat cara-cara Polda Metro Jaya menegakkan hukum dengan mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan terhadap kebebasan pers dan hak wartawan mencari informasi yang dilindungi undang-undang. Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah akhirnya menyepakati draf Rancangan Undang-Undang tentang Intelijen Negara. Dalam rapat pembicaraan tingkat pertama, Kamis 29 September 2011, sembilan fraksi yang ada di Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR menyatakan setuju. Poin-poin krusial tersebut di antaranya, pasal penyadapan, pasal penggalian informasi, posisi Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai lembaga koordinator seluruh lembaga intelijen, dan pembentukan Tim Pengawasan Intelijen dan Dewan Kehormatan Intelijen. Rapat dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar dan Kepala BIN Sutanto beserta jajarannya. RUU Intelijen adalah satu-satunya rancangan undang-undang yang dalam proses persiapan dan pembahasannya tidak perlu kunjungan kerja ke luar negeri oleh DPR. RUU Intelijen adalah yang pertama di DPR yang tidak diiringi kunjungan kerja ke luar negeri. Semua fraksi di Komisi I DPR sepakat menolak pasal penangkapan dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen. Namun, dalam rancangan yang sudah akan disahkan pada pembahasan tingkat pertama itu, Komisi Pertahanan tetap mengakomodir pasal penyadapan. Masalah penyadapan pun harus mendapat penetapan dari pengadilan.  Pasal tentang penyadapan dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen akan diberlakukan pada operasional Badan Intelijen Negara (BIN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline