Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Keutuhan dan Kelestarian Hutan di Kawasan REDD

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

JAKARTA - Proyek percontohan REDD sudah mulai berjalan di Kalimantan Tengah berkat bantuan investasi pemerintah Norwegia. Intinya, hutan di Indonesia dapat dikelola untuk kepentingan persediaan oksigen dengan bantuan uang hibah maupun pinjaman dari negara-negara industri kaya.

Konon, katanya itu sebagai kompensasi bagi jasa lingkungan dari hutan alam di negara Indonesia, juga termasuk kompensasi juga bagi masyarakat adat yang masih hidup di dalam maupun di sekitar hutan. Artinya, negara-negara industri pendukung program REDD seperti Norwegia ini telah mempunyai hutan di negara Indonesia. Pemerintah dan Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat adat setempat juga wajib menjaga keutuhan dan kelestarian hutan di kawasan REDD.

Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Norwegia telah menandatangani Letter of Intent (LoI) tentang Kerjasama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Kehutanan, pada 26 Mei 2010 di Jakarta.

Perkembangannya pada bulan Desember 2010, Presiden SBY memutuskan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu provinsi pilot poryek REDD plus pada tahap pertama, selain itu terdapat delapan daerah calon provinsi pilot REDD plus lainnya, yakni Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat dan Papua, yang akan melaksanakan provinsi pilot REDD plus tahap kedua dan seterusnya.

Sebelumnya, didaerah Provinsi Papua Barat sudah terdapat inisiatif pilot project perdagangan karbon yang digagas oleh pemerintah provinsi Papua Barat dan Carbon Strategic International (CSI, Australia), sudah dilakukan sejak tahun 2008, yang lokasinya tersebar di kawasan hutan di delapan kabupaten/kota dengan luas areal 8.000.000 hektar.

Lebih dari 2 juta hektar hutan Indonesia terbabat setiap tahunnya. Ini berarti untuk setiap detiknya, lebih dari hutan seluas 30 lapangan sepakbola hilang (Greenpeace International). Menyadari fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, masalah deforestasi ini telah menjadi perhatian dunia. Masyarakat global pun mulai meyadari bahwa masalah deforestasi bukanlah tanggung jawab Indonesia semata, melainkan tanggung jawab global.

Bertolak dari hal di atas, maka dikembangkanlah sistem REDD-plus atau Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation Plus yaitu sebuah skema Internasional (secara sukarela), yang bukan hanya pemberian insentif dari negara pengemisi karbon kepada Negara yang mempunyai hutan luas, seperti Indonesia karena keberhasilannya mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga peningkatan penyerapan karbon melalu konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan-cadangan karbon hutan.

Dalam konteks Indonesia, penerapan sistem ini melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Misalnya masyarakat adat, dimana hutan adalah sumber penghidupan mereka. Belum adanya undang-undang yang spesifik mengatur tentang perlindungan masyarakat adat menyebabkan banyak kalangan khawatir bahwa penerapan REDD-plus ini hanya akan "menggusur" masyarakat adat dari tanah mereka sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline