Lihat ke Halaman Asli

Elemen Masyarakat Uji Materi (judicial review) Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3)

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam Undang-Undang ini diatur tentang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), yaitu hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Instrumen inilah selanjutnya yang dapat digunakan oleh industri pertambangan, perikanan dan budidaya, serta pariwisata melakukan eksploitasi sumberdaya alam, merusak lingkungan, sekaligus merampas hak-hak nelayan tradisional dan masyarakat pesisir.

Kendati dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang terkait dengan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, tetapi UU No.27 Tahun 2007 ini justru melegitimasi kepentingan modal untuk menggusur para nelayan tradisional dan masyarakat pesisir melalui konsep HP3. Selain itu, HP3 juga berpotensi besar untuk hilangnya wilayah kedaulatan Negara Republik Indonesia ke pihak pemodal.

Hanya saja, kebijakan ini belum mewujudkan pendekatan keterpaduan dan keadilan, yang ditandai dengan adanya ketimpangan atas penguasaan dan pengusahaan akses terhadap sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dan adanya disharmonisasi (ketidaksinkronan) dengan undang-undang lainnya. Undang-Undang No.27 Tahun 2007 juga lebih menekankan pada aspek investasi dan lebih pro dunia usaha, sehingga tidak ada ruang bagi masyarakat, khususnya nelayan kecil, tradisional dan masyarakat adat dalam pengusulan rencana pengelolaan, dan menyerahkan masalah kedaulatan wilayah teritorial hanya pada setingkat Peraturan Daerah.

Dalam Undang-Undang ini diatur tentang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), yaitu hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Instrumen inilah selanjutnya yang dapat digunakan oleh industri pertambangan, perikanan dan budidaya, serta pariwisata melakukan eksploitasi sumberdaya alam, merusak lingkungan, sekaligus merampas hak-hak nelayan tradisional dan masyarakat pesisir.

Kendati dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang terkait dengan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, tetapi UU No.27 Tahun 2007 ini justru melegitimasi kepentingan modal untuk menggusur para nelayan tradisional dan masyarakat pesisir melalui konsep HP3. Selain itu, HP3 juga berpotensi besar untuk hilangnya wilayah kedaulatan Negara Republik Indonesia ke pihak pemodal.

Beberapa organisasi masyarakat, antara lain: IHCS, SPI, KPA, SNI, API, KIARA, Walhi, Jatam, YLBHI, KNTI, Committs dan lain-lain yang tergabung dalam Koalisi Tolak HP3 turut serta dalam aksi massa mengajukan Uji Materi (judicial review) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 13 Januari 2009.

Hingga berita ini di tulis aksi demo di depan gedung MK masih berlangsung dengan berbagai aktraksi para nelayan juga ada beberapa perahu kecil simbul sampan/perahu dari masyarakat pesisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline