Lihat ke Halaman Asli

Perokok Berat Tidak Akan Dapat JPK-Gakin dan SKTM

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

(kompasianaBaru-Jakarta) Asap rokok terus mengebul walaupun pemerintah DKI Jakarta sudah mengeluarkan perda tentang larangan merokok, tetapi banyak juga PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang terus merokok walaupun perda tersebut sudah dikeluarkan.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutyoso dulu itu seorang perokok berat, setelah di boikot oleh istrinya Rini dan anaknya Renny, barulah bang Yos berhenti total dari merokok, jadi peran penting keluarga untuk menghentikan rokok itu sangat penting.

Gubernur DKI Jakarta yang sekarang, Fauzi Bowo atau lebih terkenal dengan nama bang foke akan menghentikan pemberian pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK-Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) kepada warga ibu kota yang diketahui sebagai perokok berat.

Kebijakan ini diambil menyusul naiknya jumlah perokok, khususnya kalangan wanita dan anak-anak. Hal tersebut membuat Gubernur DKI Jakarta prihatin. Untuk menekan tingginya jumlah perokok, Pemprov DKI Jakarta harus mengambil langkah-langkah yang lebih konsisten dan tepat sasaran.

Sebagian besar keluarga di DKI Jakarta yang mendapat layanan JPK Gakin dan SKTM ternyata sebagian besar merupakan perokok berat. Bahkan menurut salah satu survei yang dilakukan, sebanyak 22 % dari total pengeluaran selama satu bulan keluarga miskin dihabiskan untuk rokok. Dari data itu, banyak LSM yang meminta Pemprov DKI melakukan penelitian terhadap kasus ini.

Keputusannya akan diambil dari data-data yang ada, sehingga dapat mengambil rumusan kebijakan berdasarkan azas keberpihakan untuk tidak begitu saja memberikan dukungan bagi perokok berat atau memberikan layanan kesehatan gratis bagi warga yang membuang potensi pendapatan keluarga untuk kepentingan yang mubazir tersebut. Artinya bukan dana tersebut bagi Gakin akan dicabut, tetapi  jangan kita memberikan dana kesehatan gratis bagi perokok berat.

Saat ini rata-rata jumlah pengeluaran rumah tangga perokok sekitar Rp 113 ribu per bulan yang ditujukan untuk menikmati rokok. Pengeluaran ini lebih tinggi dari dana bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan pemerintah untuk mensubsidi rumah tangga miskin sebesar Rp 100 ribu per bulan. Uang kok dibakar-bakar ya, dimana masih banyak orang yang sedang kesusahan, bagusnya uang untuk membeli rokok di sumbangkan kepada pihak yang lebih membutuhkan untuk menolong fakir miskin, korban bencana dan lain sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline