Media sosial saat ini memang menjadi salah satu cara bagi setiap orang untuk berbagi aktivitas yang berbeda dengan hal-hal yang menarik. Media sosial dapat memberikan dampak yang baik jika digunakan secara bijak dan digunakan untuk berbagi informasi. Di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi buruk jika digunakan untuk hal-hal negatif, terutama sampai melanggar norma.
Salah satu hal negatif yang tanpa disadari pengguna media sosial adalah memamerkan harta kekayaan mereka. Beberapa orang dengan sengaja menampilkan harta dan kemewahan mereka untuk mendapatkan nilai dan pengakuan sesuai dengan egonya. Jika dilihat kondisi saat ini, tren flexing atau pamer harta kekayaan ini memang semakin diikuti banyak orang. Bukan hanya selebriti kaya dan orang-orang yang terkenal di media sosial saja, tetapi juga banyak dari pejabat yang ikut memamerkan harta kekayaannya.
Kegiatan Flexing ini sering kali menimbulkan kontroversi dan kritik. Banyak sekali pejabat di Indonesia terjebak dalam pola perilaku yang mengabaikan etika serta penggunaan uang publik yang tidak bijaksana. Flexing ini tidak hanya dilakukan oleh seseorang yang menjabat sebagai ASN saja, namun juga dilakukan oleh para anggota keluarga dari pejabat tersebut yang sering kali memanfaatkan posisi dan juga kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga mereka untuk memperoleh keuntungan serta kekayaan yang tidak wajar.
Presiden Jokowi beberapa kali menegur para pejabat yang gemar pamer harta dan memajangnya di media sosial. Aktivitas media sosial memang menjadi wadah ekspresi bagi semua orang, namun lain halnya ketika pejabat atau ASN menyalahgunakannya untuk unjuk kekayaan dan hedonisme.
Terlibat dalam perilaku hedonis memang tidak pantas, apalagi saat ini masih banyak orang yang hidup susah. Dan juga pamer harta yang dilakukan oleh para pejabat tersebut bisa memicu kecemburuan dan kemarahan sosial, sebab saat ini banyak masyarakat yang masih memperbaiki keadaan pascapandemi Covid-19. Apalagi bagi para pejabat atau ASN yang hidupnya sebenarnya dibiayai oleh pajak masyarakat. Karena menjadi pejabat negara artinya mengabdi untuk negara dan harus mampu melayani masyarakat dengan baik. Pada akhirnya, pejabat yang lebih memiliki etika dan kejujuran adalah yang lebih dibutuhkan di negara ini.
Tak hanya Presiden Jokowi saja yang menyorot serta menegur para pejabat yang melakukan flexing di media sosial, mantan wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK juga menyoroti hal tersebut. Mantan Presiden RI tersebut mengungkapkan bahwa para pejabat yang melakukan tindakan flexing harta kekayaan di media sosial otomatis akan menjadi musuh masyarakat Indonesia.
JK menurutkan tajamnya sorotan masyarakat Indonesia terhadap para pejabat ini disebabkan karena jomplangnya status sosial. Kepincangan sosial ekonomi merupakan faktor utama yang membuat jarak si kaya dan si miskin begitu terlihat sehingga sangat mudah dalam memicu kecemburuan sosial. Tajamnya sorotan masyarakat juga ditambah karena fasilitas yang didapat dan digunakan oleh pejabat berasal dari uang rakyat yang ditarik negara melalui pajak.
JK juga menambahkan bahwa Jika yang melakukan flexing ini bukan dari kalangan pejabat publik atau mereka merupakan seorang pengusaha yang uangnya bukan dari negara, maka masyarakat tidak akan segeram ini.
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bahwa KASN memiliki kewenangan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik. Jika ASN melanggar dan sudah masuk ranah korupsi, masuk pada kejahatan pidana maka akan ditangani oleh aparat penegakan hukum. Banyak ASN yang dikenakan sanksi hingga pemecatan karena melanggar prinsip-prinsip etika tersebut. Etika bisa dikatakan sebagai norma tertinggi terkait dengan seorang aparatur sipil negara.
Dari fenomena yang terjadi mengenai kasus flexing oleh ASN disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
Variabel dari fenomena ini untuk menunjukkan identitas mengenai siapa saya, dengan cara menunjukkan barang-barang mewah sebagai identitas dirinya bahwa telah menjadi orang yang sukses.