Lihat ke Halaman Asli

Rabin Yarangga

rakyat jelata

Lewat Film Pendek Mar, Rosalia Wanda Angkat Isu Kekerasan dalam Pacaran

Diperbarui: 25 Mei 2019   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemeran Mar

Pacaran adalah relasi yang tidak terlindungi oleh hukum, sehingga jika terjadi kekerasan dalam relasi ini, korban akan menghadapi sejumlah hambatan dalam mengakses keadilan. Data dari Komisi Nasional (KOMNAS) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dengan meningkatnya pengaduan kasus kekerasan dalam pacaran ke Institusi Pemerintah (1750 dari 2073 kasus), dapat dilihat sebagai upaya korban untuk memperlihatkan fakta kekerasan dalam pacaran yang tidak terlindungi ini.

Kasus kekerasan dalam pacaran memiliki beragam bentuk diantaranya ingkar janji kawin, pemaksaan hubungan seksual, kekerasan dalam bentuk cyber, kekerasan fisik, dan lainnya. Dalam bentuk ingkar janji kawin, pelaku kerap melakukan bujuk rayu akan menikahi korban agar pelaku dapat berhubungan seksual dengan korban. Setelah berhubungan seksual, bahkan sehingga korban hamil, korban dipaksa aborsi atau ditinggalkan pelaku. Pada umumnya latar belakang dalam kasus tersebut merupakan perwujudan ketimpangan hubungan kekuasaan diantara laki-laki dan perempuan, yang menempatkan korban (yang adalah perempuan) dalam posisi subordinasi dibandingkan dengan pelaku (yang adalah lelaki).

Produksi Film Mar

Berangkat dari kejadian di lingkungan sekitar dan beberapa teman dekat yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran, Rosalia Wanda Mahasiswa Ilmu Komunikasi STPMD "APMD" Yogyakarta, yang sedang bergelut di bidang broadcasting tertarik untuk mengangkat isu tersebut. Sebagai sutradara, ia memilih untuk ikut mengkampanyekan isu kekerasan dalam pacaran ini yang dikemas dalam bentuk Film Pendek dengan judul Mar. "Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan, apalagi dengan kekerasan fisik di dalam pacaran," kata Rosalia.

Screening Film Mar

Sejak pemutaran perdana Film Pendek Mar di STPMD "APMD" Yogyakarta, pada 1 Mei 2019 hingga sekarang sudah mendapat banyak respon dari penonton karena pesan yang disampaikan terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari. Ada beberapa yang mengakui sering berbuat begitu dan ada juga yang tidak setuju karena menganggap kekerasan tidak hanya laki-laki saja yang menjadi pelaku tetapi perempuan juga menjadi pelaku.

Menurut Irmaningsih, dari Rifka Annisa Yogyakarta, yang memberi pandangannya tentang beberapa adegan di Film Mar. Salah satunya ketika Mar di kos Albert, Albert meminta Mar untuk memasak sementara Albert sedang sibuk memainkan game. "Nah point ini terlihat sekali memasak itu pekerjaan perempuan, sementara Albert hanya terima jadi. Sehingga pembagian perannya tidak sama. Kadang banyak yang tidak sadar dalam menjalin hubungan, ia tidak sadar kalau ia menjadi korban, tidak menjadi diri sendiri, dan bergantung pada pasangan." Kata Irmaningsih.

Menurut Rosniyati Rahayaan, yang pernah menjadi korban kasus kekerasan dalam pacaran di masa lalunya itu karena alasan sikap pasangan yang cemburu berlebihan, selalu membatasi untuk berorganisasi di dalam maupun luar kampus. "Pernah sengaja ditabrak dengan motor, merusak HP supaya tidak bisa menghubungi orang-orang terdekat, dan ketika mau melaporkan kasus ke polisi merasa kasihan dan berpikir untuk menjaga nama baik," kata Rosniyati. Berangkat dari pengalaman tersebut kini Rosniyati memilih untuk lebih fokus dengan pekerjaannya sehari-hari.

Kekerasan dalam pacaran ini sering terjadi karena adanya relasi kuasa yang tidak setara. Sehingga mengakibatkan penyalagunaan kekuasaan oleh satu pihak. Dalam relasi kuasa tidak setara ini biasanya dia menganggap dirinya memiliki hak kepemilikan kepada pasangannya. Sehingga sikap mengekang, mengatur, dan merasa berhak untuk menghukum ketika tidak menuruti kemauannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline