Meza Almayeni (19003176)
Pendidikan Luar Biasa
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Paradigma inklusif sangat digadang-gadang akan menjadi hal yang sangat diingikan oleh para penyandang disabilitas. Bagaimana tidak, mereka bisa bebas melakukan kegiatan apapun, menikmati fasilitas, dan memilih mau kerja dimana atau sekolah dimanapun mereka mau. Inklusif berarti menempatkan seseorang yang memiliki hambatan atau gangguan dengan melihat potensi yang mereka miliki dengan kata lain adalah upaya untuk menyetarakan. Karena kami para penyandang disabilitas punya slogan "kita semua setara". Slogan ini adalah bentuk perjuangan bahwa kita semua sama, diciptakan oleh tuhan yang sama, dan memiliki hak yang sama.
Tapi pada kenyataanya sekarang, paragdima ini masih belum dimengerti oleh masyarakat banyak. Mungkin tidak adanya informasi kepada mereka atau pemikiran mereka yang masih menganggap para penyandang disabilitas adalah makhluk yang tidak berguna, hanya menyusahkan atau bahkan dianggap sebagai kutukan. Oleh karena itu para penyandang disabilitas sangat membutuhkan pemikiran ini agar mereka bisa mengembangkan kemampuan yang mereka punya dan tidak lagi menyusahkan orang lain
Di bidang pendidikan, pemerintah Indonesia sudah memberi dukungan kepada paragdima ini. Telah banyak mereka yang disabilitas sekolah bukan di SLB, kuliah, dan bahkan pemerintah menyediakan beasiswa untuk para difabel yang mau kuliah hingga ke jenjang S3 baik itu di dalam atau pun diluar negeri. Saya sebagai mahasiswa disabilitas juga mendapatkan beasiswa ini dan saya sangat berharap bisa lanjut untuk jenjang berikutnya .
Pemerintah Indonesia juga telah memasukan hal ini ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Artinya adalah semua orang baik itu Non-disabilitas ataupun penyandang disabilitas berhak menentukan dimana mereka mau sekolah. Dan itu adalah tanggung jawab dari pmerintah untuk memberikan pelayanan yang disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki
Anak berkebutuhan khusus cenderung dianggap sebagai aib ditengah keluarga. Mereka dibiarkan tanpa perhatian, menganggap mereka bodoh, dan bahkan mengisolasi mereka dari keramaian. Bagi mereka yang memiliki anak dengan gangguan akan merasa malu atau bahkan tidak mau mengakui bahwa itu adalah darah daging mereka.
Mereka yang berkebutuhan khusus tidak salah apa-apa, tidak tau menau tentang dunia dan tidak juga mau memiliki kondisi yang seperti ini. Akan tetapi ini adalah takdir yang maha kuasa. Terkadang lingkungan membuat mereka menjadi lebih tidak bisa menerima kondisi yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Mereka akan mengeluh kepada Tuhan "kenapa aku seperti ini berbeda dengan mereka?, apa salahku?,apakah Engkau membenciku Tuhan. Kata-kata ini akan selalu terlontar dari mulut mereka.
Anak dengan hambatan pendengaran atau yang lebih kita kenal dengan tunarungu dan tuli memiliki panggilan tersendiri yaitu tuli. Mereka menganggap kata tuna itu kasar dan tidak menghargai mereka. Mereka menganggap ini bukan kekurangan, tapi adalah sebuah identitas. Mereka sehari hari menggunakan bahasa mereka ciptakan sendiri yang disebut dengan bahasa isyarat.
Anak hambatan pendengaran, memiliki masalah pada organ pendengaranya sehingga mereka tidak bisa mendengar bunyi yang ada. Coba anda bayangkan, betapa hampanya hidup mereka , betapa sunyinya hidup mereka, dan betapa tidak mengertinya mereka tentang lagu, nada, atau bahkan suara orang tua mereka sendiri mereka tidak tau.
Cobalah mengerti dan coba balikan ke diri anda, andaikan anda mengalami hal demikian apakah anda akan mampu bertahan dengan kehampaan???. Jawabannya adalah tentu tidak. Nah untuk mewujudkan paragdima inklusif ini adalah dengan menyadarkan , apabila saya diposisi dia bagaimana, apakah saya mampu, apa yang akan saya lakukan. Maka tujuan saya memilih tema ini adalah saya ingin menyadarkan Anda agar tidak memandang rendah kami. Kami sebenarnya juga tidak ingin seperti ini.
Anak hambatan pendengaran tentu memiliki cara belajar yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Mereka memerlukan ABD, tidak bisa berbicara seperti orang pada umumnya, cendrung melakukan gerakan saat berbicara. Oleh karena itu perlunya penyesuaian kurikulum yang diharapakan mampu memaksimalkan paragdima inklusi ini.