Pemberontakan petani di Banten tahun 1888, adalah sebuah karya disertasi yang ditulis oleh sartono kartodirdjo. Karya historiografi ini menulis tentang sejarah gerakan sosial dan petani di Indonesia, tulisan ini merupakan anti-tesis yang ditulis sebagai kritik terhadap Historiografi kolonial Belanda-Sentris yang menganggap rakyat dan kaum tani hanya memainkan peran pasif dalam sejarah Indonesia.
Karena rakyat kecil seperti petani hanya dianggap sebagai orang-orang yang lemah, kecil, pasrah, tidak berpendidikan, menuruti semua yang diperintahkan penguasa, dan tidak memainkan peranan dalam sejarah, karena itu sejarah Cuma hanya dimiliki oleh para penguasa saja.
Tapi dengan meledaknya pemberontakan petani ini membuktikan bahwa petani memainkan peranan dalam sejarah Indonesia.
Pemberontakan ini merupakan salah satu dari sekian banyak pemberontakan yang terjadi di Banten, dan Banten sendiri terkenal dari dulu sebagai tempat yang paling rusuh.
Baca juga : Tragedi Memilukan pada Pemberontakan Penjara Attica, Amerika Serikat
Pemberontakan ini terjadi akibat masuknya perekonomian Barat, yang mengganti sistem tatanan Tradisional masyarakat, ke sistem yang lebih Modern.
Dengan diberlakukannya sistem modern ini, semakin membuat rakyat terutama petani semakin menderita, karena mengharuskan petani membayar pajak tanah yang berlebih, diterapkannnya sistem tanam paksa, masalah kepemilikan tanah dan masih banyak masalah lainnya.
Dalam buku ini juga dijelaskan terjadi kebangkitan kembali agama yang membuat banyak sekali orang-orang yang naik haji, dibangun banyak sekali pesanteren-pesantren dan munculnya aliran-aliran tarekat.
Sehingga para peserta dari pemberontakan ini bukan hanya dari kalangan petani saja, namun para pemimpinnya berasal dari kaum elit agama, dan kaum elit bangsawan.
Pemberontakan ini merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dibahas karena disini agama hanya dijadikan kedok untuk memulai pemberontakan dengan menolak sistem modernitas Barat dan untuk mempertahankan sistem Kesultanan kembali.
Baca juga : Hario Kecik, Jenderal yang "Hilang" di Masa Pemberontakan G30S PKI