"ternyata begini ya... yang dirasakan oleh ustadz-ustdzah dulu ketika mendidik kami semasa menjadi santri"
Begitu benak Iza ketika dia harus mendampingi suaminya yang mendapatkan amanah menjadi pembina santri di salah satu pondok Pesantren ujung Jawa Timur.
Iza yang harus menghadapi keseharian santri dengan berbagai macam polah, benaknya selalu berbicara. Ternyata begini rasanya.
"Patutlah, sampai ada ustadzah yang harus menangis menghadapi tingkahku dulu yang memang sangat susah diatur"
Ntah apa dulu yang menjadi pemicunya, yang iza sadari, dulu dia adalah seorang remaja yang sedang pubertas.
Dan pubertas sendiri tidaklah hanya perihal menyukai lawan jenis saja. Banyak faktor yang membuat kebanyakan anak pubertas harus melewati itu.
"kenapa saatu itu ustadzah harus menangis ya? Padahal seharusnya aku hanya diajak bicara dari hati ke hati saja" namun, saat itu sepertinya kondisinya sudah tidak memungkinkan Iza di ajak berbicara dari hati ke hati, karena sangking ndablegnya.
Iza adalah sosok anak pertama yang memiliki karakter lain daripada yang lain. Yaps, dia sangat tertutup dan tidak gampang percaya dengan orang lain. apalagi yang pernah menyakitinya, ntah itu menyakiti dalam bentuk verbal maupun non verbal.
Jika dirunut, dia akan mengingat segala kejadian.
Dan sialnya, dia banyak mengingat tentang kejadian yang kurang menyenangkan. Padahal, tidak semua orang melakukan sebuah tindakan yang tidak mengenakkan.
lalu yang paling dia ingat, ketika dia harus dituduh macam-macam. Dan tak memiliki teman cerita yang berpihak padanya. Terlebih kebanyakan teman-temannya merasa takut mendekati karena karakternya yang "menakutkan".