Lihat ke Halaman Asli

Ratna Destira Cahyani

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM

Mendukung Perfilman Indonesia dalam Kondisi New Normal

Diperbarui: 6 Juni 2020   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Liburan akhir semester kali ini, serempak dilakukan bersama. SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi Negeri ataupun Swasta serempak diliburkan pada tanggal 16 Maret 2020. Hal ini disebabkan karena adanya pandemi Covid-19 atau Corona Virus yang berasal dari Wuhan, China.

Pada tanggal 2 Maret 2020 pemerintah RI mengkonfirmasi bahwa sudah ada beberapa pasien yang positif corona di Indonesia. Tercatat hingga saat ini terdapat 30.000 lebih pasien positif di Indonesia. Masih banyaknya masyarakat yang meremehkan pandemi ini, menyebabkan tidak melandainya grafik penyebaran virus corona di Indonesia. Sudah hampir empat bulan Pemerintah menetapkan social distancing dan menggerakkan #dirumahaja, hingga diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) namun, masih terus ditemukan kasus-kasus baru setiap harinya.

Setelah dilakukan libur serempak akibat adanya pandemi ini, kegiatan Pendidikan dilakukan kembali secara daring. Pelajar dan Mahasiswa melakukan ujian akhir semester dengan media komunikasi online. Saat ini, sudah memasuki masa liburan dimana seharusnya tempat wisata ramai pengunjung, pantai menjadi salah satu opsi untuk berlibur, bioskop menjadi pilihan untuk menikmati berbagai film dan mengisi waktu liburan. Sayangnya, pandemi kali ini belum benar-benar berakhir.

New normal telah diberlakukan di Indonesia, dimana semua kegiatan secara perlahan akan dilakukan seperti biasanya namun, tetap menggunakan protokol pencegahan penularan virus seperti masker dan tetap menerapkan physical distancing. Kegiatan perekonomian perlahan mulai berjalan normal, para pedagang mulai dapat melakukan kegiatannya. Pusat perbelanjaan mulai dapat melakukan aktivitas namun, dengan batasan jumlah pengunjung.  

Ditengah pandemi kali ini, Indonesia juga tengah memasuki masa Konvergensi media yaitu penggabungan bebagai jenis media dengan tujuan yang sama. Mengingat teori Konvergensi menurut Henry Jenkins yaitu, adalah aliran konten di berbagai platform media, kerja sama antara berbagai industri media, dan perilaku migrasi khalayak media yang akan pergi hampir kemana saja untuk mencari jenis pengalaman hiburan yang mereka inginkan.

Saat ini, bioskop di Indonesia masih memperpanjang masa penutupannya akibat pandemi ini dan mengakibatkan meningkatnya angka pengguna VOD atau Video On Demand. Netflix, Viu, Iflix, Hooq, Vidio, dan Goplay menjadi pilihan sebagai media streaming film yang diinginkan. Angka pengguna Netflix meningkat hingga 50% (berdasarkan informasi data dari lokadata.id) dan pengguna Viu meningkat 34% sampai 40% pengguna.

Kondisi new normal saat ini, memungkin produksi film di Indonesia akan berganti platform, dari Bioskop menuju VOD (Video On Demand). Adanya fenoma ini harus membuat para pekerja film terpacu semangat berkreasi, dan mengasah kekreatifitasan dalam membangun estetika sebuah film. Dan mulai merancang strategi pemasaran film dalam medium digital.

Di Indonesia layanan streaming dengan medium digital legal terdiri dari; MaxStream, VIU, Iflix, GoPlay, Genflix, hingga Netflix. Biaya tarif berlangganan masing-masing aplikasi berbeda. Netflix memasang tarif berlangganan mulai dari Rp 109.000, hingga Rp 169.000, perbulan, sedangkan Iflix, VIU dan beberapa platform digital lain memasang tarif berlangganan mulai dari Rp 15.000, hingga Rp 39.000, perbulan.

Adanya platform digital ini dapat membantu perekonomian Industri film di Indonesia dan dapat meminimalisir terjadinya pembajakan yang merugikan para pekerja film. Dengan berlangganan kita dapat mengakses dan menonton film yang kita inginkan. Selain itu, kita sebagai warga negara juga menghargai dan mensuport karya anak bangsa, sebagai generasi Z sudah sepatutnya kita mendukung karya film Indonesia dan mengurangi pembajakan film. Karena bagi para pekerja film, seperti kata Joko Anwar dalam cuitannya di twitter “Film bukan hanya peluang untuk mendapatkan uang, namun juga sebuah karya seni”.

 

Ratna Destira Cahyani

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline