Setiap anak terlahir sebagai individu yang unik, dengan sifat dan perilaku yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di sekitarnya. Namun, apa yang terjadi ketika seorang anak menunjukkan sikap kasar dan agresif terhadap orang lain? Banyak orang mungkin menganggap itu sebagai bentuk kenakalan semata, tanpa menyadari bahwa perilaku tersebut bisa saja merupakan cerminan dari pengalaman yang mereka alami di rumah. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana pola asuh yang didominasi oleh kekerasan dapat membentuk karakter anak, serta dampak jangka panjangnya terhadap perkembangan psikologis dan sosial mereka.
Ketika seorang anak memperlihatkan perilaku kasar terhadap orang lain, sering kali muncul asumsi bahwa sifat tersebut terbentuk dari pengalaman yang mereka alami di rumah. Dalam konteks ini, salah satu faktor yang patut mendapat perhatian serius adalah bagaimana anak diperlakukan oleh orang tuanya.
Banyak penelitian dalam psikologi perkembangan mengungkapkan bahwa anak-anak cenderung meniru perilaku yang mereka lihat dan alami. Ketika seorang anak sering terpapar pada kekerasan, baik verbal maupun fisik, di lingkungan rumah, ada kemungkinan besar mereka akan menyalurkan respons serupa di lingkungan luar. Misalnya, ketika anak-anak melihat orang tua mereka menyelesaikan konflik dengan kekerasan, mereka akan mempelajari bahwa kekerasan adalah solusi yang efektif untuk menyelesaikan masalah.
Selain itu, kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak sering kali membuat mereka merasa tidak berdaya dan frustrasi. Perasaan ini kemudian bisa diungkapkan melalui perilaku agresif kepada teman sebaya atau bahkan orang dewasa. Dalam dunia psikologi, ini dikenal sebagai "modeling" atau proses belajar melalui observasi. Jika kekerasan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka, anak-anak akan melihat kekerasan sebagai hal yang wajar dan bahkan bisa menjadi refleksi dari perasaan ketidakamanan yang mereka rasakan.
Namun, penting juga untuk memahami bahwa perilaku anak tidak semata-mata mencerminkan apa yang mereka alami di rumah. Ada banyak faktor lain seperti pengaruh lingkungan sekolah, teman sebaya, dan media yang juga dapat mempengaruhi perilaku mereka. Oleh karena itu, pendekatan holistik dalam memahami perilaku anak sangat diperlukan.
Untuk itu, sangat penting bagi orang tua untuk menyadari dampak besar dari tindakan mereka terhadap perkembangan anak. Mengubah pola asuh yang penuh kasih dan menghentikan siklus kekerasan di rumah bisa menjadi langkah awal dalam membentuk perilaku yang lebih positif pada anak. Sebab, masa depan mereka tidak hanya bergantung pada apa yang mereka pelajari, tetapi juga pada bagaimana mereka diperlakukan.
Dalam perspektif Islam, mendidik anak dengan kasih sayang dan kelembutan merupakan anjuran yang sangat jelas. Rasulullah SAW memberikan teladan bagaimana perlakuan yang baik terhadap anak-anak dapat membentuk karakter yang positif dan penuh kasih. Islam mengajarkan bahwa kekerasan, terutama dalam hal mendidik anak, bukanlah cara yang tepat. Sebaliknya, Islam mendorong pendekatan yang lembut, penuh kesabaran, dan penghargaan terhadap hak-hak anak.
Dalam Islam, mendidik anak bukan sekadar tanggung jawab, melainkan juga amanah yang harus dijalankan dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Rasulullah SAW telah memberikan contoh nyata bagaimana memperlakukan anak-anak dengan kelembutan dapat membentuk karakter yang baik dan penuh cinta. Sebaliknya, kekerasan dalam mendidik anak hanya akan menumbuhkan luka emosional yang dalam dan berisiko membentuk perilaku negatif di kemudian hari.
Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dalam pola asuh. Justru, pendekatan yang penuh kasih dan penghargaan terhadap hak-hak anak sangat dianjurkan. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya kasih sayang kepada anak-anak:
"Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak-anak kecil di antara kami, dan tidak mengetahui hak orang-orang dewasa di antara kami."
(HR. Abu Dawud)