Lihat ke Halaman Asli

Banyak, Tapi..

Diperbarui: 12 April 2016   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

            Luangkan waktu sejenak. Heningkan diri Anda pada saat malam yang cerah. Tataplah hamparan langit, maka Anda akan melihat titik-titik bercahaya. Kita menyebutnya bintang-bintang. Begitu banyak dan tersebar, tapi sayang tidak memberi arti apa-apa. Selain keindahan dan kekaguman akan cahayanya.

            Konsentrasikan diri Anda lebih dalam pada bidang yang lebih luas. Maka, Anda akan mendapatkan bahwa titik-titik tersebut merupakan bagian dari sebuah kelompok. Pandang terus dan Anda akan mendapatkan hubungan dari satu titik ke titik yang lain. Garis-garis yang menghubungkan itu pun akhirnya memberi cahaya yang lebih panjang dan menerangi bidang yang lebih luas. Bahkan memberi suatu bentuk khusus yang membedakannya satu sama lain. Kita menyebutnya rasi-rasi bintang. Rasi bintang ini kemudian yang memberikan makna lebih luas bagi ilmu pengetahuan dan alam. Tidak terbatas hanya pada keindahan dan kekaguman akan keberadaannya.

            Begitu juga dengan kita, para intelektual muda Indonesia. Kita begitu banyak, tersebar di seluruh nusantara. Dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Bahkan kita ada di seluruh dunia, dari benua Asia, Amerika, Australia dan benua biru Eropa. Tapi sayang, kita hanya banyak dari sisi jumlah belum manfaat bagi negeri.

            Seperti biasanya, tentu akan banyak yang memperdebatkan pernyataan ini. Dan saya tidak akan melayani perdebatan tersebut. Cukup lihat daya saing negeri ini, kita begitu khawatir dengan persaingan antar negara. Jangan berfikir dengan persaingan global, untuk kawasan regional (MEA) saja banyak komentar pesimis bahwa kita akan jadi penonton, Indonesia akan dibanjiri tenaga kerja asing. Lihat keliling kita, tetangga dan masyarakat radius satu 1 kilometer dari tempat kita berdiri. Apakah mereka sudah bercahaya seperti kita? Kenyataanya, cahaya kita baru memberi manfaat bagi diri kita sendiri, membuat bangga dan kagum keluarga kita serta menaikkan status sosial kita. Posisi kita masih seperti bintang-bintang di langit.

            Generasi muda cerdas bangsa ini belum terhubung dengan kuat. Ikatan yang dapat menjadikan cahaya setiap individunya juga memberi manfaat bagi negeri ini. Untuk itu kita harus mempunyai tujuan dan strategi yang sama untuk membentuk sebuah rasi intelektual muda Indonesia. Sehingga cahaya kita mampu menerangi seluruh wilayah nusantara.

            Mempertimbangkan kondisi domestik dan dinamika internasional mengarahkan kita pada satu tujuan bersama, yaitu mewujudkan Indonesia yang Berkualitas, Berkelas dan Berjaya. Dengan kualitas yang sejajar dengan negara-negara maju dan karakter kebangsaan yang kuat, maka bangsa Indonesia akan memiliki daya saing dan posisi tawar yang cukup untuk memenangkan persaingan regional bahkan global.

            Untuk strategi mencapai tujuan tersebut, kita tidak perlu mencari referensi-referensi luar. Sejarah bangsa ini telah mengajarkan nilai luhur dari sebuah kebersamaan. Meski dengan segala keterbatasan, penerapan nilai tersebut begitu efektif mengusir penjajah. Gotong-royong, falsafah hidup masyarakat Indonesia, adalah strategi jitu untuk mencapai kemaslahatan bersama. Kita membutuhkan sinergitas yang solid dalam berkontribusi. Karena dengan sinergi, manfaat yang kita berikan dapat memberi dampak yang masif dan berkesinambungan.

            Hanya dengan sinergi kita dapat terhubung dan membentuk sebuah rasi yang besar. Memberi manfaat dan menerangi dari ujung Barat hingga Timur, dari bagian Utara hingga Selatan Indonesia. Pilihan ada pada diri kita, sekedar ingin menjadi bintang atau membentuk sebuah rasi tanpa menghilangkan cahaya bintang itu sendiri.

            Mungkin akan banyak pula yang memberi kritik terhadap tulisan ini karena bersifat normatif. Ya benar…tulisan ini sangat normatif malah. Karena hanya dengan bersama kalian “normatif” tersebut dapat berubah menjadi “implementatif”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline