Lihat ke Halaman Asli

Perkembangan Kognitif pada Masa Pra-Operasioanal

Diperbarui: 30 November 2016   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jean piaget menggambarkan masa kanak-kanak awal sebagai tahap pra-operasional perkembangan kognitif. Dikatakan seagai pra-operasional karena  pada masa ini anak-anak masih belum siap untuk melakukan operasi mental yang secara logis, dimana pengoprasian mental yang secara logis baru akan mereka lakukan pada saat mereka memasuki tahapan Konkret  Operasioanal. Meskipun demikian, pada tahap pra-perasional pemikiran anak-anak mengalami kemajuan yang luar biasa. Namun meskipun pemikiran mereka mengalamu kemajuan yang luarbiasa. Ada beberapa aspek ketidak matangan pemikirang yang dialami anak pra-operasional. Dan berikut uraian dari kemajuan dan ketidak matangan emikiran tersebut :

A. Kemajuan Pemikiran pada tahap pra-operasional

1. Penggunaan simbol-simbol

Anak tidak perlu melakukan kontaksensorimotorikdengan ebuah benda, orang, kejadian untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat membayangkan bahwa benda atau orang memiliki properti-properti selain dari yang sebenarnya mereka miliki.Sebagai contoh ada seorang anak yang bertanya kepada ibunya tentang harimau yang dilihatnya sewaktu mereka pergi ke kebun binatang pada minggu lalu. Dan sebagai contoh lain ada seorang anak yang bernama boy, dan ia sedang bermain dengan gagang sapu. Dia berpura-pura bahwa gagang sapu yang dipegangnya adalah pedang Power Rangers.

2. Pemahaman Identitas

Anak menyadari bahwa perubahan artifisial tidak akan mengubah suatu hal. Sebagai contoh, pada suatu hari ayah Noah mengenakan kostum Iron Man, namun Noah tahu bahwa yang mengenakan kostum Iron Man tersebut adalah ayahnya.

3. Pemahaman Sebab-Akibat.

Anak menyadari bahwa suatu kejadian memliki suatu ssebab. Sebagai sontoh, pada sore hari lian mendengan suara gelas jatuh. Setelah mendengar gelas jatuh kemudian ia bergegas melihat gelas tersebut dan mencari pelaku yang menjatuhkan gelas tersebut.

4. Kemampuan Mengklasifikasikan

Anak mengklaifikaikan benda, orang dan suatu kejadian kedalam uatu katagori yang bermakna. Sebagai contoh yunastika memilah-milah biji cemara yang ia kumpulkan didepan rumahnya sesuai dengan ukuran besar kecilnya.

5. Pemahaman Terhadap Angka

Anak dapat menghitung dan menangani kuantitas. Sebagai contoh Ika membagikan permen ke bebrapa temannya. Kemudian ia menghitung permen yag dibagi kepada tiap temannya untuk memastikan bahwa setiap temannya mendapatakan jumlah permen yang sama.

6. Empati

Anak mulai bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain. Sebagai contoh Sela menghibur adiknya yang sedang sedih karena bonekanya robek

7. Teori Tentang Pemikiran

Anak menjadi lebih sadar mengenai aktivitas mental dan dan fungi dari berpikir. Sebagai contoh, Rizki menyembunyikan mainan kakaknya yang ia rusak. Ia menyembunyikakn mainan tersebut karena ia tahu jika kakaknya melihat ia akan dimarahi oleh kakaknya.

B. Aspek-aspek ketidakmatangan pemikiran pra-operasional

1. Ketidak mampuan untuk decenter

Anaknya hanya berfokus pada satu aspek dari situasi dan mengabaikan aspek-aspek lain. Sebagai contoh, fain menggoda adiknya yunas dengan mengatakan bahwa ia menerima jus lebih banyak ketika jus tersebut dituangkan kedalam  gela yang kurus  dan tinggi. Sementara jus adiknya dituan kedalam gela yang pendek dan lebar.

2. Irreverasabilita

Anak gagal dalam memahami bahwa beberapa operai dapat dibalik, dikembalikan kekeadaan yang semula.  Sebagai contoh, fain tidak menyadari bahwa jus dalam setiap gelas bisa dituang kembali ke dalam kotak asalnya. (menyanggah kleimnya yang menganggap bahwajus fain lebih banyak ketimbang yunas.

3. Fokus pada keadaan dari pada transformasi

Anak gagal dalam memahami signifikansi, transformasi di antara  beberapa keadaan. Sebagai contoh dalam tugas konservasi, fain tidak memahami bahwa mengubah bentuk zat cair (menuangkan dari satu wadah kewadah yang lain ) tidak mengubah jumlahnya.

4. Penalaran tranduktif

Anak tidak menggunakan penalaran deduktif ataupun induktif. Tetapi mereka melompat dari pertikuler satu ke partikuler yang lain. Dan melihat satu kausal meskipun pada kenyataannya tidak ada. Sebagai contoh pada siang hari aden tidak meminjami adiknya mobil-mobillan. Kemudian pada sore harinya adik aden sakit. Karena hal itu aden menyimpulkan bahwa adiknya sakit karena aden tidak meminjaminya mobil-mobilan.

5. Egosentrisme

Anak mengasumsikan bahwa semua orang lain berpikir, mempersepsi dan merasa hal yang sama dengan mereka. Sebagai contoh ketika dinda bermain petak umpet dengan ayahnya, ia menutup mata dengan kedua tangannya. Ketika dinda menutup mata, dia tidak bisa melihat ayahnya. Hal itu ia presepsikan bahwa ketika ia tidak bisa melihat ayahnya berarti ayahnya juga tidak bisa melihat dirinya.

6. Animisme

Anak mengatribusikan kehidupan pada benda-benda mati. Sebagai contoh, suatu ketika Nadila bermain dengan bonekanya. Ketika ia bermain dengan bonekanya, ia bercakap-cakap dengan boneka tersebut, seakan-akan boneka tersebut bisa merespon apa yang diucapkakn oleh nadila.

7. Ketidakmampuan membedakan tampilan luar dengan realitas

Anak bingung mengenai apa yang nyata melalui tampilan luar. Sebagai contoh jundi bingung ketika melihat melihat gabus yang dibentuk menyerupai batu. Ia menyatakan bahwa itu menyerupai batu. Dan itu mememang benar- benar batu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline