Lihat ke Halaman Asli

MOS adalah Modal Karakter NKRI

Diperbarui: 30 September 2015   10:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertengahan tahun di bulan Juli atau Agustus pastinya menjadi momen para orangtua untuk mengelus dompet dan juga kesabarannya membantu para anak-anaknya bersiap masuk ke jenjang pendidikan barunya, entah itu SMP, SMA ataupun Universitas. Tahun 2015 ini kegiatan tersebut masih terlaksana oleh semua instansi pendidikan di Indonesia, namun sejak sebelum pergantian millenium hingga Apple berhasil menciptakan smart watch kegiatan menyambut peserta didik baru di sekolah/universitas baru masih tidak banyak perubahan.

Kita mengenal politik pecah belah dari jaman kolonial, devide at impera mempunyai arti kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. STOVIA dan GHS yang meng-kreasikannya lebih kedalam dunia pendidikan, sejak masa itu para senior menjadi "raja" dalam lingkungan para juniornya.

Sebagai wadah (baca : sekolah/universitas) yang bermartabat maka tidaklah heran jika dalam pelaksanaan pembelajaran harus juga yang bermartabat, maka ketika para pembelajar baru datang dengan antusias untuk menerima ilmu-ilmu yang bermartabat sebagai wadahnya harus menyambut mereka dengan model atau cara yang bermartabat pula.

Sekolah dan juga universitas menjadi pintu awal para penerus bangsa untuk merubah budaya yang terlihat negatif menjadi hal yang positif. MOS masih sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan dimanapun keberadaannya, yang tidak dibutuhkan adalah para pelaksana-pelaksana kegiatan tersebut yang masih merasakan dendam masa lalu, yang mempunyai jiwa penjajah, yang ingin menjadikan dirinya sok berkuasa.

"Apakah MOS yang perlu kita revolusi, atau mental pelaksananya yang akan kita revolusi??"

MOS Bukan Ajang Kesempatan

Pengenalan peserta didik baru di tempat belajarnya yang baru jangan di jadikan peristiwa yang harus di manfaatkan. Dimanfaatkan dalam hal apapun, baik yang mengatasnamakan perlengkapan, kedisiplinan, kreatifitas, tampilan, dan sebagainya.

Namun entah kenapa di Indonesia menjadi momok yang mengerenyitkan dahi untuk para peserta didik baru ketika menghadapi MOS, apa yang membuat mereka menjadi antipati untuk mengikuti MOS tersebut?

 

Artikel ini di ikut sertakan untuk lomba writing contest, silahkan klik DI SINI untuk lanjutan artikelnya, terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline