Minggu Palma merupakan minggu pembuka bagi rentetan peristiwa pada Pekan Suci umat Kristiani. Minggu untuk mengenang masuknya Yesus ke kota Yerusalem. Kota kejam dimana beberapa Nabi terbunuh disana. Sampai-sampai Injil Matius menuliskan kerinduannya mengumpulkan anak-anaknya seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya dibawah sayapnya.
Sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus dengan hamparan daun palma seolah menyiratkan pesan kerinduan akan kehadiran Raja yang membebaskan mereka. Bukan hamparan permadani merah yang mewah seperti layaknya selebritis kelas dunia melewati para penggemarnya. Bukan pula sedan Roll Royce yang sejuk dan elegan yang membawaNya kesana, tetapi hanya keledai tunggangan yang kecil dan ringkih yang membawaNya.
Tetapi sorak-sorai yang membahana di sepanjang perjalanan menandakan bahwa massa pada saat itu begitu mengidolakan Yesus seperti pahlawan pembebas bagi mereka. Tanpa tahu apa yang ada dibenak mereka. Apakah itu pujian yang tulus dari sanubari yang terdalam atau justru olok-olok yang berbalut pujian.
Yang pasti Yesus tahu apa yang ada pada hati para penyoraknya pada peristiwa minggu Palma saat itu. Ada ketulusan yang muncul, namun juga tidak sedkit yang hanya pemanis di bibir saja. Yesus tahu persis peristiwa apa yang akan terjadi di hadapannya.
Sebuah skenario panjang yang harus dijalaniNya tanpa pernah dilewatkan sedikitpun bagian terkecil dari skenario tersebut. Kepasrahan dan tanggungjawab yang besar dengan gagah berani dijalaninNya. Tanpa keluhan sedikitpun walaupun perih menyesakkan dada. Antara sanjungan dan pengkhianatan Dia tahu persis siapa yang akan melakoninya.
Gempita penyambutan tidak menjadikan Yesus terbuai dalam sanjungan yang disuarakan para penyambutnya. Dia bukan tipe pemimpin yang senang akan sanjungan dan silau akan kekuasaan. Dia adalah pemimpin yang senang menuntaskan tanggungjawabnya penuh tanpa syarat. Pemimpin yang tidak pernah berhitung untung rugi demi hasrat kemanusiaaNya untuk menyelamatkan.
Sanjungan menjadi semangat dalam menuntaskan karya penyelamatanNya. Misi Agung harus dituntaskan sampai titik darah penghabisan. Sekalipun Dia tahu persis bahwa sanjungan itu akan begitu cepat berubah menjadi caci maki yang akan menimpaNya. Misi tetap harus dituntaskan demi keselamatan banyak orang.
Pengkhianatan yang terjadi pada diriNya tidak menjadikanNya membenci namun justru berbuahkan pengampunan yang luar biasa. Yerusalaem menjadi saksi bahwa Tuhan selalu merindukan keselamatan untuk banyak orang. Bukan dengan pertikaian misi keselamatan itu dituntaskan namun dengan kematian kelak di kayu salib yang hina namun menjadi jalan keselamatan bagi semua orang.
Minggu Palma sebagai pengingat bahwa antara sanjungan dan pengkhianatan tidak ubahnya membalikan telapak tangan. Begitu mudahnya berubah dalam sekejap. Untuk itu tidak perlu silau dengan sanjungan maupun pujian dari orang, tetapi tetaplah berjalan dan melangkah menuntaskan misi keselamatan bagi banyak orang. Karena kita semua diutus untuk mewartakannya tanpa harus bertikai dalam kehidupan. Karena kebaikan Tuhan untuk semua orang........Salam sehat !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H