Berita mengenai keinginan pulangnya para WNI yang pernah bergabung dengan organisasi mengatasnamakan Islam, ISIS tengah ramai memenuhi kanal berita online maupun cetak. Penyesalan 600 WNI yang mengaku salah jalan bergabung dalam ISIS merebak seketika menyemarakkan ramainya berita tentang virus Corona.
Banyak cerita yang para eks ISIS bagikan kepada pencari berita. Berita didominasi dengan penyesalan. Menyesal karena janji manis yang pernah mereka dapatkan tidak sesuai kenyataan. Ada yang telah menjual semua properti di Indonesia dan memilih pindah sekeluarga ke Suriah, ada yang akhirnya gagal menggapai cita-cita karena harus mengikuti orang tua ke Suriah, bahkan ada timeline berita 'Ikut ISIS agar mendapatkan surga, namun yang didapat nerakaKonon kabarnya organisasi yang bermarkas di Suriah ini mengunggah janji-janji manisnya melalui media sosialnya, disinilah para pengikutpun bertambah, termasuk dari Indonesia.
ISIS yang menamakan dirinya untuk Islam namun menurut mantan pengikutnyahal itu bertolak belakang dengan kenyataan.
Pasalnya saat pertama kali para WNI tmenjejakkan kakinya di markas besar organisasi tersebut, antara pria dan wanita langsung dipisahkan. Para pria dewasa dilatih untuk menjadi Jihadis dan para wanita disiapkan atau lebih tepatnya dipaksa untuk menjadi pengantin para jihadis tersebut.
Miris.
Munculnya Kerajaan Fiktif
Mengawali tahun 2020, negera kita tercinta pun dihebohkan dengan bermunculannya kerajaan-kerajaan fiktif. Dimulai dengan Kerajaan Agung Sejagat-Puwerejo, Sunda Empire-Bandung dan King of The King-Tangerang
Dari semua Kerajaan tersebut menjanjikan sesuatu yang menggiurkan para anggotanya. Mulai dari nilai deposito di bank internasional-Swiss yang mereka miliki dengan angka fantastis sampai janji melunasi semua hutang Indonesia. Sebagai informasi menurut liputan6. com jumlah hutang Indonesia pada periode Desember 2019 berada di angka Rp4.779,28 triliun.
Janji manis para kerjaan fiktif tersebut membuat para calon anggotanya tergiur hingga ada yang rela mengeluarkan dana Rp2 juta untuk membeli seragam kebesaran salah satu kerjaan fiktif tersebut.
Janji hanya tinggal janji, para pesohor dan petinggi kerajaan fiktif tersebutpun malah dimeja hijaukan hingga tak menutup kemungkinan akan dituntut sampai dengan sepuluh tahun penjara
Kenapa mereka memilih ISIS dan Kerajaan Fiktif?
Terbersit tanya, fenomena apa yang sebenarnya membuat mereka memilih meninggalkan Indonesia lalu pindah ke Suriah dan lebih mempercayai janji-janji para pesohor Kerajaan fiktif daripada pemerintah RI?
Dari beberapa pakar peneliti yang pernah saya dengar, salah satu penyebab hal ini adalah krisis kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintahnya sendiri. Mereka yang memilih ISIS atau Kerajaan fiktif tak lagi percaya dengan program-program yang dicanangkan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah setempat. Mereka lelah dengan tidak adanya perubahan apalagi dari sisi perekonomian. Untuk itu mereka mencari alternatif lain meski (mungkin) tanpa pemikiran matang. Sebagai orang awam saya tidak menyalahkan atau membenarkan hal tersebut.