Lihat ke Halaman Asli

“Administrasi Seikhlasnya”

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Administrasi seikhlasnya,” begitulah ujaran seorang petugas administratif di Dinas Pendidikan Kota B* pada seorang ibu yang mengajukan surat kepindahan sekolah anaknya. Wajarnya, ibu itu sudah menyiapkan sebuah amplop putih yang menjelaskan ungkapan “administrasi seikhlasnya” itu. Dan, herannya juga ternyata sekian banyak orang yang mengajukan permohonan surat yang sama sudah mafhum dengan hal itu. Sehingga ada yang terang-terangan memberikan langsung ke tangan petugas, atau malu-malu memasukkan ke laci. Apakah ini cerminan budaya pendidikan kita?

 

Pagi itu, Kamis (24/06) Dinas Pendidikan Kota B dipenuhi hiruk-pikuk pengajuan surat pindah. Setiap tahunnya, Dinas Pendidikan Kota B ini disibukkan dengan para pengaju surat pindah sekolah anaknya. Nampaknya, setiap tahun terjadi perpindahkan sekolah, baik antar Rayon, atau antar kota. Alasannya macam-macam. Membekali pendidikan agama bagi mereka yang memindahkan dari SD ke madrasah. Ada juga anak yang pindah karena Bapaknya pindah area kerja. Sehingga, pendidikan anak terpaksa menyesuaikan dengan area kerja baru. Namun, kebanyakan alas an kepindahan tersebut untuk memindahkan anaknya yang tertinggal di kelas.

“Saya pindahkan dia aja, agar terhindar dari teman-temannya yang nakal itu. Karena itu, anak saya dapat ranking terbawah. Agar bias mengendalikan kenakalannya, saya sudah membuat kontrak hitam di atas putih, kalau dia tidak berubah, maka saya akan mengirimkan dia ke pesantren,” ungkap Eli, single parent yang saat itu mengajukan surat pindah pagi itu..

Seperti Eli, orang tua/wali murdi juga sibuk menyiapkan berkas pengajuan surat pindah tersebut yang akan diajukan ke seorang petugas administrastif yang bertugas mencatat surat pindah.

Di ujung meja, si petugas sibuk dengan berkas-berkas yang ada. sementara di depannya dua orang tua/wali murid terlihat menunggu dengan sabar apa yang dikerjakan oleh di Petugas.

Seperti pada umumnya, petugas itu membolka-balik surat pengatar dari UPTD. Lantas menjepretnya, dan mencatata namanya dalam sebuah buku besar. Setelah pembolak-balikan, pencatatan, dan pencatatan nama usi, si petugas tak lupa bilang “Administrasi seikhlasnya”. Maka di Ibu dan Bapak itu menyerahkan sebuah amplop pada si petugas. Dan, urusan selesai.

 

·         Maaf, saya menyamarkan nama kotanya. Sebab,tulisan ini hanya ingin memotret apa yang dilihat mata. Yang nantinya diharapkan bias menjadi bahas koreksi dan kontemplasi. Kalaupun nantinya, tidak ada satu pun dinas pendidikan yang mengambil cermin hikmah dari tulisan ini, saya hanya bias mengelus dada dengan heran, “Kalau lembaga pendidikannya seperti ini, lalu bagaimana jadinya anak didiknya?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline