Lihat ke Halaman Asli

Gading Cempaka

Gading Cempaka adalah nama salah satu tokoh atau karakter dalam legenda yang berasal dari daerah Bengkulu.

Muridku, Wajahmu Mengingatkanku

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14134639172046126835

[caption id="attachment_329434" align="aligncenter" width="150" caption="Sumber: Wijayalabs.com/Guru dan siswa "][/caption]

Semenjak pertama kali aku melihatnya, aku kaget bercampur senang….masih segar dalam ingatanku. Kala itu dia masih duduk di kelas satu. Kaget dan ya Tuhan….mengapa? mengapa muridku ini mirip sekali dengannya, ya dengan seseorang yang pernah mengisi relung hatiku, bahkan sampai saat ini pun wajahnya sesekali masih mampir dalam ingatanku.

Yaa..wajah itu, setelah kurang lebih tiga tahun aku mengagumi wajahnya yang imut dan ganteng, sambil sesekali ku menyapanya ketika tak sengaja aku bertemu dengannya baik itu di depan kelas atau pun di aula sekolah. Dan anehnya, si lucu dan ganteng ini pun selalu tersenyum girang jika aku menyapanya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, laksana ketiban rezeki nomplok saat aku tahu si ganteng nantinya akan berada di kelasku. Seraut wajah itu telah banyak perubahan, namun menurutku tak sedikitpun ku lihat perbedaan yang besar, tetap saja dia mirip seperti kekasihku dulu..Senyumnya, lesung pipinya, rambutnya yang lurus dan tebal, serta kontur wajahnya itu lho yang sangat aku kagumi….kalau istilah jawanya “ngangeni”.

Jika aku sedang piket seusai kegiatan sekolah, dan kebetulan bertemu ibunya, kadang aku berfikir “kok anak ini sama sekali tak mirip sama ibunya, ya”. Eng ing eng..jangan-jangan dia mirip dengan ayahnya, ujarku lirih….oh, okey…jadii semakin penasaran sajalah aku ingin melihat ayahnya…Ah, tak mungkin. Berkali-kali aku mencoba menepis dugaanku tentang wajah ayahnya yang sebenarnya. Aku pasti salah! Tak mungkin rasanya jika kekasihku dulu sudah memiliki anak sebesar ini.

Bi, ayah dan ibu aslinya dari mana? Tanyaku suatu ketika kepada muridku. Entahlah semakin hari, aku semakin penasaran saja ingin mengetahui siapa sesungguhnya ayah dari muridku ini.

“ Emmm…ibu mau tau saja atau mau tau banget….hihihi”. Ujarya kepadaku. Sontak saja aku merasa malu. Namun buru-buru saja ku jawab “ Gaksih, Bi…bu guru hanya ingin tanya saja”.

“Kalau Abi gak salah, ibu orang batak dan ayah orang…(sambil mikir) …emmm orang…orang mana ya, Bu…aku lupa deh..besok ya, Bu..nanti aku tanyakan ke ayahku dulu”.

Iiiih anak ini, buat aku penasaran saja. “ Gak usah, Bi…kalau kamu gak ingat gak apa-apa kok”. Gawat nih, kalau ketahuan gimana…rasanya, aku kepo banget deh ^_*..

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Abi menghampiriku di ruang guru. Sambil tersenyum kepadaku, muridku ini mengucapkan “Pagi, Bu…..Bu, semalam aku sudah tanya ayahku, katanya ayahku kampungnya di Sumatera Selatan”.

Dug..dug…dug…jantungku berdebar keras. “ Apa? Dari mana, Bi? Yang benar kamu? Palembang, ya?”

“ Iya, Ibuuuuu…kenapa sih, Bu?” (matanya melotot ke arahku)….oh, okey…gak apa-apa “ jawabku tergesa-gesa. “Makasih ya, Bi…Bu guru mau ngeprint dulu ya”, ujarku menyudahi percakapan kami.

“Oh my God, benarkah itu? Jangan donk”. Meskipun itu benar, tapi aku tak berharap jika ayahnya Abi adalah mantan kekasihku dulu.

Seiring berjalannya waktu, aku dan Abi memiliki kedekatan tersendiri. Abi memang anak yang lucu, ramah dan sopan dengan semua guru yang ada di sekolah. Jadi, dia selalu dengan mudah akrab dengan guru yang ada di kelas. Kalau pagi dan istirahat, dia selalu ndompleng di kursiku dan iseng bertanya atau bercerita segala hal yang dia alami. Sebagai seorang guru, aku memang harus mendengarkan celotehan dan cerita mereka, agar tidak ada rasa canggung antara guru dan murid, karena sesungguhnya guru adalah orang tua kedua siswa setelah orang tua mereka sendiri di rumah. Jadi tak mengapalah kalau mereka ingin bertanya atau bercerita tentang segala hal kepada gurunya.

Ketika jadwal pengambilan rapor semester satu diberikan, aku sempat bertanya, “ Bi, yang mengambil raportmu besok siapa?”

“Wah, Abi gak tau Bu..tapi kayaknya Ibu deh, soalnya ayah sedang ada di luar kota”. Aku hanya tersenyum dan menjawab…” Okey, siip..gak apa-apa kok”. Demikian juga dengan pengambilan raport semester dua, lagi-lagi ayahnya pun tak datang ke sekolah.Maka Bak pungguk merindukan sang bulan lah aku saat ini, terbelenggu dengan rasa penasaran akan wajah di balik sosok dia yang sesungguhnya.

Sementara itu, di sela-sela waktu selama satu tahun ini sesekali aku masih berkomunikasi dengan dia. Dan memang betul, dia mengatakan bahwa dia sekarang tinggal di kota yang sama denganku. Sekarang dia sudah memilki dua orang anak, laki-laki semua. Entahlah, kok semua bisa sama denganmuridku ini. Dia memiliki satu adik, dan sekarang sudah masuk di sekolahku juga, tapi sayang…wajah adiknya tak seperti Abi…alias lebih mirip ke ibunya.

Beberapa kali aku dan dia berkirim pesan, namun tak pernah sanggup aku menanyakan apakah anaknya adalah muridku saat ini. Hal ini dikarenakan aku juga tak pernah bercerita tentang pekerjaanku padanya, jadi wajar saja kalu dia tak bertanya ataupun bercerita tentang keluarganya sekarang.

Di kelas 5. Sekarang aku ditugaskan lagi menjadi guru mereka. Duuh, rasanya aku sangat senang dengan anak-anak angkatan ini. Meski terkenal dengan kebandelannya, namun mereka lucu-lucu dan unik. Ada saja hal-hal lucu yang mereka perbuat setiap harinya. Abi sudah akrab denganku, kadangkala dia memanggilkuMom, mother, mufasa dan yang lainnya. Kadangkala kita bercanda, give five bersama, dan pokoknya selalu saja ada hal lucu yang kami lakukan setiaphari. Abi juga tak marah atau ngambek jika sekali-kali aku menegur atau menasehatinya ketika dia bersalah atau iseng dengan temannya. Sebentar saja dia sudah ceria kembali. Sikapnya sama persis dengan dia si my x man..hehhe.

Nah, ini dia nih hari yang sudah aku tunggu-tunggu. Yaaa, Hari Keluarga. Hari Keluarga adalah acara rutin yang selalu diadakan di sekolahku. Hari Keluarga adalah hari di mana sekolah mengadakan acara yang harus dihadiri oleh semua keluarga murid-murid sekolah kami. Biasanya mereka akan datang lengkap. Hari keluarga ini berisi kegiatan yang lucu dan seru, yang bertujuan untuk melihat sejauh mana kekompakan antara orang tua dan anak serta dengan orang tua lainnya pada masing-masing angkatan.

Lama sudah aku tak ber ‘say hai’ ria dengan dia. Ah mungkin dia sibuk fikirku…sebenarnya aku menyadari kok posisi dari masing-masing kita sekarang. Dan aku tlah berjanji untuk menganggap dia sebagai kakakku. Hanya ingin tetap menjaga silaturahmi saja, meski hanya lewat berkirim pesan dengannya. Entahlah, karena sosoknya yang ngemong itu lah yang membuatku selalu tak bisa untuk benar-benar melupakannya. Kata pepatah kan “Cinta tak harus memiliki”… :(

Menjelanghari keluarga, aku sudah mendata siapa-siapa saja muridku yang tak bisa hadir. Aku berharap Abi dan keluarganya bisa datang. Sebenarnya aku mengurungkan niatku bertanya dengan Abi, namun sepertinya Abi tahu kalau aku ingin bertanya, dengan semangat dia mengatakan “ Bu, besok keluargaku datang semua, lho”….senyum sumringah kuberikan padanya…nah..ini dia kesempatan ku untuk tahu siapa ayahnya itu.

Hari keluarga pun tiba. Duuh, penasaran sekali aku ingin melihatnya. Satu persatu murid-muridku datang dengan kedua orang tuanya. Senang deh melihat mereka. “Mana ya Abi?” ujarku celingak-celinguk sambil mencari-cari sosok yang sudah lama aku ingin melihatnya.

“Ris…liat Abi, gak? Tanyaku kepada muridku yang lain. “ Kayaknya belum deh, Bu”…”Baiklah!! Makasih ya, cantik….^-^

Lama aku mengunggu, akhirnya Abi berlari menghampiriku. ‘Bu, tuh Ibu, Adik….” (aku memotong pembicaraan Abi) “Ayahmu gak datang ya, Bi?”….” Datang kok, Bu..tapi masih di luar, markirin mobil bentar. Ntar juga ke sini. Bu guru mau ketemu ayahku kan?”

Aku terkejut mendengar perkataan Abi…”Okey, bu guru ke sana dulu ya, nanti kalau acara sudah mulai bu guru ke kelas deh”. Ujarku kepada Abi.Abi pun mengangguk sambil berkata…”daaag ibu….”

Aku pun beranjak menuju ke ruang guru. Rasanya aku tak siap melihat wajahnya. Lebih baik aku menunggu dan melihat dari sini saja lirihku pelan. Kalau toh itu benar ayahnyaAbi, maka tak perlu lah dia tahu kalau aku di sini. Cukup aku saja yang tahu.

Dari kejauhan ku lihat Abi turun ke aula sekolah. Perlahan ku lihat sesosok pria berbaju kaos merah ranum.Tampak dia sedang berbicara dengan Abi, entah apa namun sepertinya cukup serius. Ku lihat Abi tersenyum, sambil menunjuk kearah ruang guru….Dug…dug…dug…kembali jantungku berdegub kencang…kenapa sih? Gak jelas banget. Liat orang nya saja belum, kok sudah deg-dega an kayak gini yah, fikirku.

Sontak aku kaget….dan ku tutup mulutku, rasa tak percaya, Tuhan…..ternyata dia, dia…dia.. memang kekasihku dulu…..Zahib….terharu aku melihatnya, senyumnya, lesung pipinya..semuanya tak ada yang berubah….perlahan dia berjalan menggandeng Abi menuju ruang kelas tempat kegiatan berlangsung. Sepanjang jalan menuju kelas 5, tak hentinya ku pandangi wajah Zahib yang selalu tersenyum. Perlahan mengalir air bening nan hangat di pipiku, tak terasa aku begitu senang dan terharu melihatnya…setelah sekian lama berpisah, sekarang kami dipertemukan kembali di sini, dalam situasi dan tempat yang berbeda..namun, akankah perasaan itu masih sama? Entahlah….Zahib, andai saja kau tahu kalau aku di sini…

Sebaiknya ku urungkan saja janjiku untuk menemui mereka di kelas 5. Biarlah, biarlah!!hanya aku yang tahu. Biarlah! aku masih ingin melihat senyum Abi setiap hari di kelasku. Bagiku, wajah muridku itu sudah cukup membuat aku merasa nyaman.Biarlah perasaan ini ku simpan rapi dalam hatiku.

Abi, maafkan bu guru, ya….sedih ku lihat kau mencariku di sekeliling sekolah. Dan saat ini aku hanya mampu bersembunyi dan diam-diam kuputuskan untuk izin pulang duluan. Muridku, sekali lagi maafkan aku.

Pagi ini, Abi datang dengan muka yang tak seperti biasanya. “ Bu guru ke mana sih kemarin? Abi cari-cari kok gak ada? Ayahku ingin sekali bertemu dengan ibu.

“Bi, maaf ya, kemarin ibu guru ada keperluan. Jadi tak bisa menemui Ayah Abi” ujarku.

Bu, ayahku janji, nanti kalau jadwal pengambilan raport semester satu tiba, ayah akan datang bersama ibu ke sekolah.

Dug….dug…dug….jantungku berdegub lebih kencang dari biasanya….dan aku hanya terdiam tak bisa komentar apa-apa. Mana mungkin aku bersembunyi lagi ketika pengambilan raport semesteran nanti…aku kan wali kelasnya Abi……Tuhan, tolonglah aku!!

JKT, 16102014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline