Lihat ke Halaman Asli

Qurrotul Ayun

Mahasiswi

Maraknya Pernikahan Dini di Desaku

Diperbarui: 11 Desember 2021   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Jika sudah paham dari melihat judul saja pasti banyak orang yang akan miris merasakannya, kehidupan di Desa memang jauh berbeda dengan di kota, akantetapi pandangan hidup akan pentingnya pendidikan juga sangat jauh berbeda dan malah justru bisa bertolak belakang. 

Dilihat dari segi fasilitas pendidikan yang memang kurang merata di Negara ini mulai dari jauh akan kata pendidikan yang modern dan sesuai dengan saat ini makan tidak heran jika di Desa banyak yang GAPTEK atau Gagap Teknologi, hingga semua itu dapat mempengaruhi pemikiran anak dengan orangtuanya yang menganggap bahwa menikah itu lebih harus didahulukan daripada melanjutkan ke jalur pendidikan, dan berfikir bahwa untuk apa sekolah lagi atau untuk apa sekolah tinggi-tinggi toh kalau wanita nanti ujung-ujungnya akan di dapur dan melayani suami, 

begitupun untuk calon suaminya yang memang seumuran dan masih belum bisa dikatakan cukup umur untuk dinikahkan dan dilihat dari kesiapan mentalnya baik jasmani dan rohaninya pun masih terbilang belum ada kesiapan atau kematangan usia sebagai calon suami yang siap bertanggungjawab dalam berumahtangga, dan justru malah akan berdampak negatif pada rumahtangga mereka yang masi terbilang seumur biji jangung sudah harus dihadapkan dengan perceraian.

Terutama di masa pandemi Covid-19 ini justru adanya pembelajaran secara online di Desa sangatlah tidak kondusif dan sangat tidak membantu akan tumbuh kembangnya pembelajaran anak-anak terutama bagi anak SD, seperti yang saya ketahui sendiri di Desa saya dan saya melihat keadaan ini justru membuat anak-anak SD semakin berkurang pengetahuannya akan pelajaran yang seharusnya sudah dipahami malah tidak dapat dipahami samasekali 

dan sampai ada anak kelas 3 SD yang seharusnya sudah lancar membaca saja, mereka masi belum bisa lancar dalam membaca dan berhitung, hmmmm..... sangat memperihatinkan bukan?. Ada pun diantara mereka yang masi ingin belajar tapi tidak dapat mengikutinya karena masih tidak memiliki smartphone begitupun dengan orangtua mereka yang hanya sebatas petani serabutan.

Oleh karenanya maka sering terjadi di Desa ini anak yang masih di bawah umur di nikahkan walaupun mereka hanya tamat dari SD saja, dan tamat dari SMP saja, pasti yang baru mengetahui hal ini kaget bukan! Hmmm..... merutuku di Desa ku ini sudah hal biasa pernikahan dini itu terjadi dan aku mungkin bisa dibilang salahsatu anak Desa yang beruntung karena kedua orangtuaku memiliki sudaut pandang berbeda dengan Masyarakat Desa yang lainnya. 

Dulu saja teman DS ku kala itu baru selesai menerima ijazah kelulusan Sekolah Dasar dan akhirnya apa yang aku dan teman-teman ku dapatkan? kita mendapatkan undangan pernikahan yang mana itu adalah teman kelas kita sendiri di Sekolah Dasar kala itu, bayangkan saja anak SD pergi bersama ke undangan pernikahan teman kelas SD nya kejadian itu terjadi sekitar 2009 waktu kelulusan SD ku.

Sedangkan pada saat masa corona ini melanda justru semakin marak pernikahan dini di Desa terutama di Desa ku sendiri, tapi keseringan hubungan pernikahan mereka malah tidak bertahan lama yang akhirnya di akhiri dengan perceraian dan kembali menikah lagi namun dengan orang yang berbeda dan itu terjadi dalam waktu singkat saja, mungkin sebagai orang Desa seperti ku tidak akan kaget dengan hal itu karena sudah menjadi hal biasa, dan bisa dikatakan adanya covid-19 ini memiliki dampak yang sangat buruk di Desa dilihat dari segi Pendidikannya dan dengan tingginya pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini. Jika kalian belum pernah merasakan kehidupan Desa seperti itu mungkin kalian jika sedang berada di Desa apalagi di Desaku terutama 5 bulan saja, mungkin akan merasakan bahwa pernikahan di Desa ini seperti halnya perlombaan yang harus cepat-cepat menikah.

Semoga saja kedepannya ada perubahan yang dapat merubah pola pikir Masyarakat Desa tentang matangnya usia pernikahan itu kapan, dan sudahkah siap si anak tersebut untuk menuju ke jenjang yang lebih serius, kemudian kesiapan mental antara jasmani dan rohaninya pun perlu di pertimbangkan jika kita menyinggung masalah pernikahan yang merupakan suatu jenjang serius dan tidak hanya akan hidup bersama selama sebulan duabulan melainkan akan hidup bersama pasangannya selamanya. Dan adanya edukasi tentang pernikahan juga sangat penting tentunya dipahami terlebih dahulu agar pikiran-pikiran para calon mempelai wanita dan pria lebih paham bagaimana seharusnya membangun bahtera rumahtangga yang baik dan nantinya bisa menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah, wa Rohmah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline