Lihat ke Halaman Asli

Qurrotul Ayun

Mahasiswi

Gelar Sarjanaku untuk Almarhum Abah yang Hanya Pencari Rumput dan Guru Ngaji Desa

Diperbarui: 29 November 2021   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

5 thn sudah tanpa seorang Ayah.......

Tidak terasa 5 kali Iedul Adha tanpa seorang Ayah, yang biasanya jadi imam di masjid maupun musholla, (Abah) itulah panggilan dariku. yahh! itulah Abahku seorang imam bagi keluarganya dan imam bagi Masyarakat sekitar tapi sekarang hanya tetesan air mata yang basahi pipi, namun seringkali sedih itu ku pendam rapat-rapat membiarkan hati menangis tapi tidak dengan raut wajah yang sengaja ku biarkan selalu terlihat ceria. Terutama di depan ibu (Umi) ku, karena aku paling takut melihatnya sedih lagi, sedangkan dia adalah harta satu-satunya yang paling berharga yang ku punya saat ini, begitupun aku yang harus tetap terlihat kuat dan tegar di mata ke 2 adik-adik ku yang masih polos, berat memang! tapi jika aku ceritakan semua cerita hidupku mungkin saja tidak cukup mengetik dalam kurung waktu 2 hari 2 malam saja....

Barusaja 6 tahun lalu beliau masih hadir dan menemani wisuda kelulusanku dari salahsatu pondok pesantren Modern di Sumenep, Madura, kala itu. Terlihat dari wajah Abah dia lelah perjalanan jauh dari Rumah ke pondok yang memang memakan waktu satu malam tapi semua tertutupi karena ia bangga melihat anak perempuan pertamanya kini sudah bisa membuktikan bahwa jerihpayahnya selama membiyai anak gadis pertamanya itu tidak sia-sia. Abah datang dengan raut wajah yang kusam seperti sedang memikul beban, seperti halnya keseharian beliau yang mencari dan memikul rumput untuk pakan sapi yang hanya titipan orang, dan yang paling aku ingat saat melihat wajahnya pernah waktu itu hujan sangat deras dan aku melihat dari balik kaca jendela Abah ku datang dengan memikul rumputnya yang jika dilihat sangat besar dan sangat berat pastinya, dilanjutkan dengan kegiatan sore harinya hingga usai isya' yaitu mengajar ngaji anak-anak Desa yang tanpa di pungut biaya atau upah....

Dari sanalah aku belajar arti sabar menerima, ikhlas, bertanggungjawab dan semangat yang kuat, banyak pelajaran hidup yang dapat aku ambil dari Alm. Abah semasa hidupnya, tapi belum cukup buatku dan kurang bagiku kasihsayang seorang Ayah kepada anak pertamanya, yang kini masih sangat membutuhkan bimbingannya dan motivasi darinya.

Waktu berganti hingga tahun 2017, dimana aku kala itu sedang berusaha keras dan memiliki keinginan tinggi agar bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi meski dengan ekonomi keluarga yang pas-pasan, kala itu semua pendaftaran dilakukan online dan aku belum memiliki hp yang namanya smartphone, yah... seperti yang aku pakai sekarang ini Alhamdulillah! , jadi satu-satunya cara yang dilakukan seorang Ayah ialah membantu anaknya agar bagaimanapun keadaannya tidak dapat menghambatnya untuk melangkah maju. Abah mengantarku dengan sepeda bututnya yang sering mati tengah jalan (dan ber asap) ke warnet yang tempatnya lumayan jauh dari rumah (maklumlah wong ndeso bahasa jawanya).

Hingga akhirnya aku di terima di salahsatu perguruan tinggi Negeri Jember, yang kemudian berlanjut OSPEK MABA & lagi-lagi aku diantar Abah dengan sepeda bututnya, meskipun yang lain aku lihat sudah memiliki kendaraan sendiri tapi aku tidak mengeluh cukup bersyukur saja dan setiap pulang dari kampus kala itu naik angkot desak-desak kan dengan oranglain sampai pernah aku nyaris tidak kebagian kursi tempat untuk duduk.

Naik angkot hingga sampai pada terminal pemberhentian akhir itupun belum sampai di rumah, (yahh aku sadar diri memang sekitar 1 jam an lebih lah perjalanan ke kampusku), setelah di terminal aku masih menunggu jemputanku yaitu Abah yang masih mengajar ngaji hingga hampir isya' di terminal, bayangkan saja dari maghrib hingga Isya' aku menunggu di terminal walaupun sebenarnya takut tapi seketika takut itu hilang.

Tapi semua itu yang kini aku rindukan, karena pada saat aku baru duduk di bangku kuliah dan masih semester awal kala itu Abah sudah di jemput oleh Allah SWT, karena aku tahu Allah sayang Abahku. Cerita singkatnya pada tahun 2017 menjelang Iedul Adha semua terlihat baik-baik saja awalnya, tapi setelah 2 hari menjelang hari raya Iedul Adha Abah terlihat kurang sehat dari caranya yang bolak-balik ke kamar mandi hingga aku dan umi ku menyadari bahwa penyakitnya kambuh (kencing batu). Awalnya dilakukan pengobatan secara alami dan biasanya sekitar 1 minggu kencing batunya akan sembuh ataupun mendingan saja, tapi setelah 1 minggu dan lima hari setelah menjadi imam di Musholla untuk sholat di hari raya Iedul Adha seperti biasanya keadaan Abah memburuk, hingga umi menginginkan Abah untuk segera di bawa ke Rumah Sakit. Namun, apalahdaya Abahku bersikeras menolak keinginan baik dari umi ku untuk di bawa ke RS.

Hingga pada suatu malam dimana semakin hari keadaan Abah semakin memburuk, dan aku sangat ingat kejadian itu pada tengah malam dan Abah ku sudah terlihat seperti orang yang linglung dan kebingungan dan smar-samar sudah kurang mengenal ku dan adik ku yang masih kecil sekitar umur 3 tahunan lah dan masih belum tahu apa-apa. Kemudian dengan kaget aku keluar dari kamarku dan sudah melihat Abah ku lemas dan muntah dimana-mana, aku menangis walaupun terbilang baru bangun dari tidur, dan umi keluar mencari bantuan tetangga dan keluarga yang semua dalam keadaan tertidur lelap untuk menyewa tumpangan mobil agar Abah bisa di bawa ke Rumah Sakit segera. Setelah menemukan tumpangan mobilnya umi berpesan dan menitipkan adik ku yang masih tertidur lelap sedangkan aku tetap dalam posisi menangis (adik pertama ku di pondok kala itu), selang beberapa menit adik ku terbangun dan menangis mencari umi ku dan melihat aku yang sedang menangis juga, tanpa berfikir panjang aku pergi menggendongnya dan menenangkannya dan berpura-pura agar tidak menangis lagi di depannya walau sbenarnya masih menahan air mata.

Selang beberapa hari Abah yang sudah di rawat inap di rumah sakit dengan menggunakan BPJS kesehatan dan perawatan yang yah..... tau sendirilah pasti sangat berbeda dengan perawatan orang yang membayar tanpa BPJS, dan hari itupun tiba, hari dimana Abah sudah tidak mengenal siapa-siapa lagi sudah sangat linglung begitupun dengan ku dan umi ku yang selalu siap siaga disampingnya sudah tidak dikenalinya (dan disinilah hari-hari yang paling terasa menyedihkan). Dan tibalah pada malam hari dimana usai adzan Isya' berkumandang seperti biasa umi ku menyuruh ku untuk menunaikan sholat secara bergantian di Masjid Rumah Sakit, ya akupun beranjak segera hingga usai sholat aku tidak lupa berdoa dan mengaji untuk kesembuhan Abah ku khususnya, dan setelah aku selesai mengaji dan barusaja menutup Al-Qur'an handphone ku berdering dan ku lihat umiku menelpon, kemudian aku angkat lalu terdengar isak tangis umiku saja dan aku berkali-kali bertanya dengan tetesan airmata umiku belum kuat berkata hingga pada akhirnya "Nak.... Ayo kembali kamar tempat Abah dirawat sini hiks....hiks..... Abah sudah meninggal nak....hiks...". Aku terdiam sesaat handphone jatuh dan menangis seperti hujan deras yang turun dari langi aku pergi berlari dan ku bawa Al-Qur'an yang ku baca tadi, rasanya kaki ku sudah tidak berjalan lagi pikiran kosong dan pandangan gelap lari...lari... terus berlari ke kamar Abahku dengan tangisan tanpa malu dilihat banyak orang, sesampainya di samping Abah aku menangis tambah kencang dengan umi yang sudah disana dari tadi yang melihat bagaimana kepergian Abah..... disinilah slahsatu penyesalan terbesarku, aku belum sampat meliat Aabah untuk terakhir kalinya, aku belum sempat membahagiakannya, dan aku belum sempat meminta maaf kepadanya jika selama ini aku berbuat salah padanya.....!!! :(

Namun, lebih kasihan lagi melihat adik-adik ku yang mana adik pertama ku kala itu dijemput secara tiba-tiba dari pondoknya dengan keluarga dan tanpa memberi tahunya bahwa Abah sudah tiada, hingga pada akhirnya dia hanya tau ketika sesampainya di rumah Abah sudah tidur untuk selamanya, dan terakhir melihat Abahpun sudah cukup lama karena belum sempat untuk mengirimnya ke pondok. Kemudian melihat adik kecilku yang terakhir yang masih belum tau apa-apa yang dia tau hanya bermain dan tertawa, dan meski dia sudah diberi tau bahwa Abah sudah tiada dia hanya tertawa dan menganggukkan kepala walaupun terkadang masi mencari sosok Abah yang biasanya selalu bersamanya.... :( (aku sangat terpukul melihatnya)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline