Lihat ke Halaman Asli

Qurrotu Ainul

freelancer dan mahasiswa

Metafisika Paripatetik: Memahami Hakikat Kehidupan dalam Sistem Filosofis Aristoteles

Diperbarui: 4 Juli 2023   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata Paripatetik mungkin bukan sebuah kalimat yang asing didengar. ya, Paripatetik atau lebih dikenal dengan filsafat paripatetik ialah sebuah tradisi filsafat yang didasarkan pada pemikiran dan ajaran Aristoteles. Dalam sistem filosofis ini, hakikat kehidupan dapat dipahami melalui analisis rasional dan penelitian tentang realitas dunia yang ada di sekitar kita. Aristoteles sendiri merupakan seorang filsuf Yunani yang hidup pada abad ke 4 SM. Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai Hakikat Kehidupan dalam system filosofis Aristoteles.

Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani kuno yang dianggap sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat. Aristoteles juga merupakan salah satu murid plato, Ia lahir di Stagira, sebuah kota di semenanjung Yunani, dan meninggal pada pada tahun 322 SM di usia 62 tahun. Aristoteles dianggap sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah intelektual manusia juga Warisannya sebagai filsuf dan ilmuwan berlanjut selama berabad-abad, dan pemikirannya terus mempengaruhi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan hingga masih dipelajari dan dikaji sampai saat ini.

Metafisika Paripatetik juga menekankan pentingnya penyelidikan tentang sebab dan akibat. Aristoteles berargumen bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki sebab yang mengarah pada suatu akibat tertentu. Dengan memahami sebab-sebab ini, kita dapat mengungkapkan esensi atau hakikat suatu fenomena atau peristiwa. Misalnya, melalui penyelidikan dan penelitian tentang proses pertumbuhan tumbuhan, kita dapat memahami esensi atau hakikat kehidupan dalam dunia tumbuhan.

Aristoteles memandang bahwa tujuan utama kehidupan manusia adalah mencapai kebahagiaan atau eudaimonia, yang merupakan keadaan kehidupan yang penuh dan bermakna. Bagi Aristoteles, hakikat kehidupan manusia terletak pada kemampuan untuk hidup sesuai dengan akal budi dan melaksanakan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia.

Aristoteles mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kemampuan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak. Dia memandang bahwa akal budi atau rasionalitas adalah aspek yang paling mendasar dalam hakikat manusia. Kemampuan untuk berpikir rasional memungkinkan manusia untuk memahami dunia, mengenali tujuan hidupnya, dan mengarahkan tindakan-tindakannya menuju kehidupan yang baik.

Selain itu, Aristoteles juga menekankan pentingnya kehidupan sosial dalam pemahaman hakikat kehidupan. Baginya, manusia adalah makhluk sosial yang terikat dalam masyarakat. Kehidupan bermasyarakat memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan potensi-potensi sosialnya, seperti kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, dan membangun hubungan yang bermakna dengan sesama

Aristoteles juga mengaitkan hakikat kehidupan dengan konsep moralitas. Baginya, kehidupan yang baik dan berkualitas adalah kehidupan yang dijalani dengan mengikuti etika yang tepat. Etika Aristoteles menekankan pentingnya kebajikan dalam mencapai kebahagiaan. kebiasaan-kebiasaan baik yang diperoleh melalui latihan dan pengembangan diri, seperti kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, dan keadilan. Melalui praktik kebajikan, manusia dapat mencapai kehidupan yang berharga dan berkualitas.

Dalam pandangan Aristoteles, hakikat kehidupan tidak hanya terbatas pada individu manusia, tetapi juga melibatkan keterkaitan dengan alam secara keseluruhan. Dia berpendapat bahwa alam dan manusia saling terhubung dan memiliki tujuan yang harmonis. Manusia dianggap sebagai bagian dari alam yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan mengembangkan potensi-potensi alamiahnya.

Dapat disimpulkan, bahwa hakikat kehidupan dalam sistem filosofis Aristoteles melibatkan pemahaman akan pentingnya akal budi, kehidupan sosial, etika, dan keterhubungan dengan alam. Bagi Aristoteles, mencapai kehidupan yang baik dan bermakna membutuhkan pengembangan potensi-potensi rasional dan moral manusia serta kehidupan yang sejalan dengan prinsip-prinsip alam dan etika yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline