Kebijakan fiskal yang dijalankan oleh Rasulullah SAW di Madinah pada abad ke-7 M menjadi bukti nyata dari kepemimpinan beliau yang luar biasa. Beliau tidak hanya berperan sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai ahli strategi ekonomi yang handal. Kebijakan fiskal tersebut masih diterapkan hingga kini karena mengandung beberapa prinsip yang tetap relevan dalam sistem ekonomi Islam. Salah satu contohnya adalah keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran negara. Rasulullah SAW berhasil menunjukkan keseimbangan ini sehingga tidak ada harta Baitul Mal yang tersisa saat beliau wafat. Keseimbangan ini masih diterapkan dalam sistem ekonomi Islam saat ini, dengan tujuan untuk menciptakan stabilitas keuangan yang kokoh dan menghindari krisis keuangan.
Penggunaan zakat dan ushr merupakan bentuk bantuan sosial yang bermoral serta kewajiban bagi orang kaya untuk membantu orang fakir dan miskin. Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW menjadikan zakat dan ushr sebagai sumber pendapatan negara, yang masih diterapkan sampai sekarang. Zakat dan ushr tidak hanya memberikan bantuan sosial, tetapi juga berfungsi sebagai sumber pendapatan yang stabil dan berkelanjutan.
Baitul Mal, lembaga keuangan negara yang dirintis Rasulullah SAW, berperan penting dalam perekonomian melalui kebijakan fiskalnya. Dampak positif kebijakan ini terlihat pada peningkatan investasi, penawaran agregat, dan secara tidak langsung memengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hingga saat ini, Baitul Mal masih menjadi bagian penting dalam sistem keuangan negara Islam, berperan dalam mewujudkan stabilitas keuangan dan optimalisasi sumber daya.
Prinsip kesetaraan pengeluaran menjadi landasan penting dalam kebijakan fiskal di zaman Rasulullah SAW. Hal ini tercermin pada keseimbangan dan keseragaman pengeluaran negara, tanpa diskriminasi antar individu. Prinsip ini masih dipegang teguh dalam sistem keuangan Islam modern, dengan tujuan mewujudkan kesetaraan ekonomi yang demokratis dan memerangi kesenjangan sosial.
Kemudian pada masa Rasulullah, sumber pendapatan negara berasal dari berbagai macam sektor, seperti:
- Zakat: Wajib bagi Muslim yang mampu untuk memberikan sebagian harta mereka kepada fakir miskin, asnaf (kelompok yang berhak menerima zakat), dan kepentingan umum. Zakat menjadi sumber pendapatan utama negara Islam.
- Jizyah: Pajak khusus yang dikenakan kepada non-Muslim yang tinggal di wilayah Islam. Dana Jizyah digunakan untuk membiayai pertahanan negara dan melindungi para pembayar pajak dari ancaman eksternal.
- Kharaj: Pajak atas tanah yang dikuasai negara. Pendapatan dari Kharaj dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.
- Fa'i: Harta rampasan perang yang diperoleh dari peperangan melawan musuh Islam. Dana Fa'i digunakan untuk memperkuat negara dan membantu kaum Muslim yang membutuhkan.
- Ghanimah: Harta rampasan perang yang diperoleh dari peperangan melawan kaum musyrikin (orang yang menyekutukan Allah). Ghanimah dibagikan langsung kepada para pejuang dan Muslim lainnya.
Sistem keuangan Islam modern masih menerapkan prinsip diversifikasi sumber pendapatan negara seperti yang dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW. Penerapan berbagai sumber pendapatan ini, seperti zakat, jizyah, kharaj, fa'i, dan ghanimah, memberikan beberapa manfaat:
- Keberagaman: Sistem ini tidak bergantung pada satu sumber pendapatan tunggal, sehingga lebih tahan terhadap fluktuasi ekonomi.
- Kestabilan: Diversifikasi sumber pendapatan membantu memastikan aliran pendapatan yang stabil dan berkelanjutan bagi negara.
- Optimasi Sumber Daya: Dengan dana yang lebih stabil, negara dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pembangunan.
- Kemandirian: Ketergantungan pada berbagai sumber pendapatan meminimalkan risiko intervensi eksternal dan memperkuat kemandirian ekonomi negara.
Selanjutnya prinsip pengelolaan utang yang diterapkan dalam kebijakan fiskal di masa Rasulullah SAW masih relevan hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan utang harus dilakukan dengan penuh pertimbangan, disertai jaminan pengembalian dan ganti rugi jika terjadi kerugian. Penerapan prinsip ini dalam sistem keuangan Islam bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan mencegah ketergantungan pada utang yang tidak berkelanjutan.
Kebijakan fiskal pada zaman Rasulullah SAW bagaikan harta karun abadi yang masih tepat guna di masa kini. Prinsip keadilan, kemaslahatan bersama, efisiensi, dan akuntabilitas menjadi fondasi kokoh dalam membangun sistem fiskal yang sempurna. Penerapan kebijakan fiskal berlandaskan nilai-nilai Islam diharapkan mampu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kebijakan fiskal pada zaman Rasulullah SAW menjadi teladan berharga bagi pemimpin di zaman sekarang. Penerapan prinsip-prinsip keadilan, kemaslahatan bersama, efisiensi, dan akuntabilitas dalam mengelola keuangan negara diharapkan mampu mengantarkan masyarakat menuju kesejahteraan dan kemakmuran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H