"Mimpi adalah kunci untuk menaklukkan dunia", kata Giring Nidji. Mimpi menjadi motor penggerak ke a rah perbaikan. Bagaimana menurut adagium lama "Mimpi memang tak menjamin kita sukses tapi, tanpa mimpi jangan harap bisa sukses".
Apalagi sebuah mimpi itu adalah buah pikiran dari orang-orang sukses termasuk para pemangku kebijakan. Kebanyakan kita hanya sebagai komentator bukan pelaku. Boleh jadi si pelaku sudah menatap masa depan cerah.
Sekadar saya contoh tentang sejarah pembuatan tugu monas (monument nasional) yang saya lansir dari kompas.com. Dahulu, presiden pertama kita Ir. Soekarno berambisi untuk membuat sebuah monument yang akan melambangkan kebesaran bangsa Indonesia.
Ternyata rencana tersebut dikritik keras lantaran perekonomian Indonesia sangat buruk waktu itu, lain lagi menumpuknya hutang negara, ekspor lesu dan inflasi meroket. Namun presiden soekarno tetap bersikeras dalam mewujudkan mimpinya.
Akhirnya, pada 16 Agustus 1961 pembangunan monas dimulai. Walaupun proses rekontruksinya memakan waktu hingga 14 tahun.
Pembangunan monas dicanangkan dengan dua tahap dengan mengambil perencanaan, kontruksi dan material dari bumi pertiwi. Tahap pertama resmi dimulai 17 Agustus dan presiden bertindak sebagai peletak pasak beton pertama.
Pondasinya saja ada sekitar 284 pasak beton dan 360 pasak bumi. Rancangan pondasi ini rampung pada Maret 1962. Tujuh bulan berikutnya tepatnya Oktober, disusul perampungan dinding museum yang ada di dasar monas.
Di tahap kedua, pembangunannya lebih terfokus pada pembangunan fisik yang di panitiai oleh Panitia Tugu Nasional dan diketuai Mendikbud pada 1966. Namun pembangunan ini sempat terhenti disebabkan Gerakan 30 September atau yang lebih dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI.
Akhirnya, Presiden Soeharto meresmikan monas untuk dikunjungi khalayak umum. Walaupun sebelumnya menuai berbagai protes dari berbagai pihak.
Apa yang dapat kita ambil dari cerita diatas?
Ternyata mimpi pemimpin itu lebih cermat dan cemerlang dibandingkan rakyat biasa.