Diceritakan seorang anak penderita kebutuhan khusus, namanya adalah Ucup. Seorang anak laki-laki yang besar dalam keluarga sederhana. Ia adalah anak sulung dari lima saudara yang semuanya adalah laki-laki. Ibunya hanya seorang buruh tani, sedangkan ayahnya adalah seorang buruh ternak ayam di sebuah desa tetangga. Kehidupan yang pas-pasan dan bisa dikatakan sangat kekurangan, dengan jumlah adik kecil-kecil yang banya sangat membuatnya kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Ia besar menjadi anak yang hiperaktif dan sering membuat ulah. Ia bersekolah di sebuah Madrasah Ibtidaiyyah terdekat. Dimilikinya beberapa teman yang sangat baik dan jenius. Tatkala suatu hari, ketika pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 5 dimulai oleh salah seorang guru baru. Guru tersebut menginginkan para muridnya untuk menuliskan dan menceritakan beberapa kisah menariknya selama berlibur akhir semester lalu. Semua merid antusias dengan tugas baru tersebut, namun ditengah-tengah aktifitas tersebut, terlihat oleh sang guru seorang anak lelaki yang duduk di pojok kelas. Terdiam dan bermain kartu. Ketika sang guru bergerak untuk menghampirinya, ia langsung berpura-pura menulis. Sedangkan lima langkah laki sang guru akan menjangkau tempatnya duduk, sebuah panggilan darurat memanggilnya hingga memaksanya untuk memenuhi panggilan tersebut.
Seminggu kemudian saat sang guru membagikan hasil kerja para muridnya. Ia memiliki sebuah rasa penasaran yang amat tinggi akan seorang murid yang sangat membuatnya miris. Terlihat dari kertas penuh tulisan namun sangat tak rapi dan ia pun sulit untuk membacanya. Ketika sebuah inisiatif untuk mengetahui apa penyebab permasalahan tersebut, ia memanggil sang murid untuk menemuinya di ruang guru tempatnya berada. Saat disana, dengan pandangan kasih sayang penuh senyum, ia memberi sebuah permen pada sang murid dan menyuruhnya untuk duduk. Ia berbincang-bincang sebentar, menceritakan kisah seorang anak kelana dari tangkuban perahu. Tatkala cerita selesai, sang guru meminta murid tersebut untuk memceritakan ulang cerita sesuai pemahannya. Namun ketika kertas dan pensil sudah ada didepannya, sang murid terlihat takut dan bingung. Ketika sebuat paragraf tertulis dan ia meminta muridnya untuk membaca tulisan tangannya itu. Sang murid menyembunyikan wajahnya penuh takut. Ia menatap wajah sang guru seraya menggelengkan kepalanya dan mulai menangis. Seketika guru pun tersenyum dan mengajarinya untuk mengeja kata-kata yang telah ia tuliskan untuk menceritakan ulang cerita Malin Kundangnya. Dengan baik sang murid berusaha untuk mengejanya hingga akhirnya jam istirahat telah usai.
Malam hari yang dingin. Sang guru menatap layar monitornya dan menceritakan perihal seorang anak didiknya yang ternyata memiliki masalah dalam kesulitan belajar. Anak itu tak mampu memahami pelajaran yang di ajarkan oleh guru dengan baik. Ia memiliki kesulitan dalam menulis kata-kata serta membaca dan mengejanya. Yang mana dalam sebuah ilmu Psikologi hal itu di istilahkan dengan nama Dileksia dan Disgrafia. Anak berkebutuhan khusus seperti ini sangat membutuhkan perhatian dan kesabaran multi efektif dari para dewasa disekitarnya. Terutama orangtua dan guru.
Setelah diamati dengan cermat, salah satu penyebab dari timbulnya masalah kesulitan belajar pada sang murid adalah karena kurangnya perhatian orangtua dalam proses perkembangan kognitifnya. Bisa jadi hal itu juga karena disebabkan oleh orangtuanya yang jarang memberinya pengulangan pelajaran dan pembelajaran secara intensif karena mereka harus merawat adik-adiknya. Sungguh sangat malang nasibnya. Sang guru pun akhirnya bertekad untuk mengubah suatu metode pembelajarannya. Ia menginginkan agar anak didiknya dapat dengan mudah untuk memahami pelajaran yang itu sangan penting untuk mereka untuk menerima perubahan zaman. Ia pun membuka sebuah les prifat gratis untuk para muridnya dan sangat mengutamakan perhatian pada seorang muridnya yang memiliki kebutuhan khusus tersebut.
@@@@@@@@@@@@@@@@
Saat acara wisuda di Madrasah itu dilaksanakan. Seorang ibu tersenyum bahagia melihat putranya berdiri di deretan para wisudawan kecil itu. Sedangkan dibalik pintu sang guru mendesah panjang, tersenyum dan mengucap syukur atas kelulusan para muridnya. Senyum dan tawa pun mewarnai setiap wajah kecil yang sedang merekah jiwa dan pertumbuhannya untuk menyambut dunia dan masa depannya yang cemerlang. Tepuk tangan pun menggema meriah memenuhi ruangan, memecah teriknya mentari diangkasa. Memberi penghargaan pada calon pemimpin negri ini. Dan menekadkan semangat juang sang guru untuk membuktikan bahwa para anak-anak berkebutuhan khusus dalam hal kesulitan belajar pun dapat bangkit dan menjadi pemenang hati dalam dirinya. Selamat …………..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H