Lihat ke Halaman Asli

Kesehatan Mental dan Perempuan: Kartini Masa Kini!

Diperbarui: 12 Desember 2024   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maudy Ayunda, Aktris dan Penyanyi Indonesia. Sumber: Instagram @maudyayunda

Perempuan menjadi kelompok paling rentan dalam kesehatan mental.

Menurut penelitian Homewood Health UK, 47 persen perempuan berisiko tinggi mengalami gangguan mental dibanding dengan 36 persen pria. Perempuan hampir dua kali lebih mungkin didiagnosis depresi dibandingkan dengan pria. Perempuan seringkali menghadapi banyak faktor pemicu masalah kesehatan mental. Apa sajakah yang dapat membuat perempuan rentan mengalami gangguan mental?

1. Tuntutan beauty standard.

Standar kecantikan adalah persepsi dan cita-cita masyarakat dan budaya mengenai apa yang dianggap cantik. Standar kecantikan dapat mencakup berbagai hal, seperti tinggi dan berat badan, bentuk tubuh, proporsi wajah, dan lain-lain. Hal ini seringkali dapat menjadi salah satu faktor pendorong perempuan masa kini tidak pernah merasa cukup akan dirinya sendiri. Perempuan cenderung akan melakukan segala hal demi menjadi cantik, sehingga terlahirlah sebuah persepsi ‘beauty is pain’. Akibat terlalu berusaha mencapai standar kecantikan masyarakat, perempuan dapat kehilangan rasa percaya diri hingga depresi dan bunuh diri, karena merasa layak tampil di kalangan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 80 persen perempuan pernah mengalami gangguan makan akibat stres maupun keinginan untuk diet. Hal tersebut dapat memicu eating disorder hingga masalah mental lain.

2. Tuntutan kultur untuk menikah dan memiliki anak.

Lahir di dalam kultur Indonesia, para perempuan justru sering mendapat tekanan untuk cepat menikah dan memiliki anak. Tanpa berpikir pada rencana jangka panjang bahwa tidak semua perempuan yang akan menikah sudah siap menimba tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu dalam berumah tangga. Namun, semakin berkembangnya zaman, perempuan masa kini lebih memilih untuk tidak menikah dan/atau childfree.

3. Tuntutan untuk memberi pengasuhan kepada anak dan melayani suami.

Pakar Psikologi UNAIR Dr. Ike Herdiana, M.Psi. mengatakan bahwa, “Kultur masyarakat kita selalu membebankan pengasuhan anak pada perempuan saja. Padahal pengasuhan itu tugas sangat berat yang seharusnya dilakukan secara seimbang oleh ibu dan ayah. Hal ini penting karena tidak hanya terkait kesetaraan peran, tapi juga tumbuh kembang anak.” Perempuan yang memiliki tanggung jawab lebih seperti itu umumnya akan mudah mengalami kecemasan dan depresi.

4. Perempuan cenderung menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

Faktanya, kasus kekerasan maupun pelecehan seksual hampir selalu terjadi pada perempuan dan anak-anak. Perempuan yang mengalami pengalaman traumatis lebih rentan terkena PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) dan dampak mental jangka panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline