Lihat ke Halaman Asli

Queen Zahira

Universitas Airlangga

Penyakit Lumpy Skin Disease, Faktor Penurun Ekonomi

Diperbarui: 13 Juni 2023   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Penyakit kulit menggumpal atau  Lumpy Skin Disease (LSD) adalah penyakit infeksi kulit pada sapi yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV). LSDV merupakan virus bermateri genetik DNA dari genus Capriproxvirus atau famili Poxviridae yang bersifat non zoonosis. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Afrika pada tahun 1929 dan terus menyebar di benua Afrika dan Eropa. Penyakit ini mulai masuk ke Asia pada tahun 2019, ditemukan di China dan India dan terus menyebar di Nepal, Myanmar, Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Malaysia. Di Indonesia sendiri, penyakit LSD ini ditemukan pertama kali di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau pada awal tahun 2022.

Gejala awal dari penyakit ini adalah munculnya benjolan pada kulit sapi, terutama pada bagian leher, punggung, dan perut. Selain benjolan, sapi yang terinfeksi LSD juga dapat mengalami demam, kehilangan nafsu makan, lesu, dan mengalami penurunan produksi susu. LSD merupakan penyakit yang dapat menular, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Penularan LSD secara langsung diekskresikan melalui darah, mata, air liur, dan susu. Sedangkan untuk penularan secara tidak langsung melalui peralatan dan perlengkapan yang sudah terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik. Virus ini juga menyebar melalui gigitan serangga seperti nyamuk, lalat, dan bersifat intra uterine. Penyakit LSD menyerang sapi, kerbau, dan ruminansia besar lainnya, namun tidak ditemukan di kambing dan domba.

Lumpy Skin Disease ini menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak sapi. Hal ini disebabkan oleh penyakit ini menyerang semua jenis sapi, tidak mengenal umur, dan bangsa, terutama sapi muda dan sapi pada masa puncak laktasi yang merupakan sapi produktif. Sapi yang terkena penyakit LSD akan mengalami penurunan berat badan yang drastis, serta adanya kerusakan pada karkas. Terdapat pula kerusakan permanen pada kulitnya, sehingga terjadi penurunan nilai komersial.

Penyakit ini ditularkan secara intra uterine, yaitu ditularkan dari induk sapi yang terinfeksi ke anak sapi melalui sekresi air susu dan kulit yang luka. Faktor tersebut menyebabkan penyebaran penyakitnya terjadi dengan sangat cepat, dan para peternak cenderung terlambat untuk mencegahnya. Hal ini dapat menyebabkan kerugian besar pada peternak. Selain itu, sapi yang terkena penyakit ini, akan menurunkan hasil produksi susunya karena hormonnya terganggu. Dengan menurunnya hasil produksi susu sapi, maka penjualan peternak sapi perah akan menurun dan tentunya menyebabkan kerugian terhadap peternak sapi.

Pencegahan dan pengendalian infeksi LSD dapat dilakukan dengan cara vaksinasi, pembatasan lalu lintas ternak, dan pelaksanaan karantina yang ketat. Meningkatkan pengetahuan mengenai tentang gejala, penularan, sifat virus, cara pengambilan sampel dan teknik diagnosis LSD kepada masyarakat. Apabila terjadi kasus penyakit LSD bisa segera dilaporkan dan dapat tertangani dengan baik sehingga penyebaran dapat diminimalisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline