Lihat ke Halaman Asli

Kritik (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagian orang menyatakan bahwa ketika mengkritik harus disertai dengan solusi. Cukup lama aku “menaati” pernyataan tersebut, sehingga aku jarang melontarkan kritikan. Alasannya karena aku sulit memberikan solusi atas kritikan yang ku lontarkan. Hingga akhirnya aku justru banyak dikritik teman-temanku karena aku jarang sekali mengkritik. Sialnya mereka yang mengkritik pun “penganut madzhab” mengkritik harus disertai solusi.

Dengan modal nekat aku akhirnya “murtad” dari penganut keyakinan tersebut. Mungkin ini bukan hal baru bagi orang lain, namun bagiku ini adalah “terobosan” bagi diriku sendiri. Keyakinanku berbalik 900, yakni mengkrtik tidak harus disertai solusi. Alasan aku menganut “madzhab” ini adalah, agar para kritikus tidak malu-malu untuk mengkritik meski tidak bisa memberikan solusi. Bagiku, penganut “madzhab” kritik harus disertai solusi adalah orang yang setengah-setengah. Mau dikritik namun malas mencari solusi sendiri. Padahal bagi orang yang dikritik, menurut keyakinanku, haruslah mau mencari sendiri solusi atas kritikan yang diberikan kepadanya. Adapun solusi yang diberikan kritikus, sifatnya hanya sebagai tawaran saja, bukan satu-satunya solusi. Bisa saja jika kritikus memberikan solusi, yang dikritik menggunakan solusi tersebut, dan boleh saja yang dikritik tidak menggunakan solusi tersebut. Pada intinya, setelah menerima krtikan, yang dikritik harus berusaha agar tidak menerima kritikan yang sama. Pada umumnya, orang sulit menilai diri sendiri dan lebih mudah menilai orang lain. Karena itulah, tak perlu malu-malu memberikan penilaian kita atas orang lain. Percaya atau tidak, biasanya kalau orang dikritik dia akan membalas kritikan tersebut. Yang dikritik pun jangan langsung marah, santai saja. Karena kritikus belum tentu lebih baik daripada yang dikritik. Kritikan adalah salah satu sarana untuk memperbaiki diri sendiri. Berterima kasihlah kepada para kritikus.

Ternyata setelah “pindah keyakinan”, aku justru bisa semakin sering mengkritik yang ingin ku kritik. Pokoknya kalau tidak sesuai dengan harapanku, kritikan selalu mengalir. Kritikan yang ku lontarkan seringkali kepada para aparat pemerintah dan pemuka agama. Pasalnya sebagai bagian dari Warga Negara dan Bangsa Indonesia, aku merasa sedih dengan kondisi Indonesia yang tidak jelas kemerdekaannya. Sebagai “imbalannya” aku pun sering menerima kritikan karena kritikanku sering tanpa solusi. Dengan saling kritik-mengkritik, hidup ini terasa rame. Hehehe...

Colo.Rb.Kl.071034.140813.20:58

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline