Lihat ke Halaman Asli

Tak Cukupkah Kalau Aku Hanya Berkata “Cinta”?

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sering aku menemukan dirimu terdiam, menatap langit malam tanpa kedip. Aku mulai resah bila kau hela nafas pangjang-panjang. Ada apa? Mengapa tak kau bagi gelisahmu denganku? Namun tiap kali kutanya, kau hanya tersenyum seraya kembali asyik bercengkerama dengan sang bayu dalam kesunyian.

Apa aku seharusnya pergi dan meninggalkanmu? Tidak, aku tak mampu lakukan itu. Kau adalah Genap dan aku tak mungkin menjadikanmu Ganjil hingga semua akan menyalahkanku. Aku tak mau menjadi sembilu bagimu, Senja. Tetapi, apakah kau dengar dentang Kala, Senja? Ah, bahkan untuk sebuah suara yang tak kau kehendaki saja kau tak mau acuh.

Apa keengganan menjadi begitu buta dalam dirimu? Mengapa kisah lalu selalu kau bawa-bawa dalam buana baru yang telah kita hidupi bersama selama ini? Apakah sayap-sayap itu telah lepas satu per satu dari punggung kukuhmu? Apakah tangis menjadi teman setiamu kini? Jawablah tanyaku dan kan kulunasi semua keacuhanmu itu.

Senyum tak cukup membahagiakanku. Aku mau tanya, Senja. Dimana kau sembunyikan kilauan senyummu yang mampu hentikan masa semestaku dalam hitungan sekon dulu? Dimana kau letakkan cincin kebahagiaan yang dulu sempat kau sematkan di jari manisku? Dimana tawa yang dulu kau sumpahi agar terus temaniku? Dimana rinai hujan peluk dan kecup yang kau berikan dalam keputusasaanku? Dimana pijakan kuat yang dulu kau sertamertakan dalam bangun pagiku yang kelabu?

Tiada lagikah semua itu? Dan apakah kau tak merasa cukup lagi kalau aku hanya berkata “cinta”?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline